REVENGE AND DEATH

 

By: Ummi Hamidah

Alunan tangis menyayat hati keluar dari bibir mungil seorang gadis cantik. Suasana pagi yang cerah tidak membuat suasana hatinya cerah juga. Ia justru terduduk lemas menatap kosong kearah dua batu nisan orang tuanya. Seringkali gadis itu tiba-tiba berteriak histeris lalu pingsan. Dan sekarang gadis itu mengalaminya. Orang sekitarnya panik dan membawa gadis itu untuk kembali ke rumahnya. Rumah yang tidak lagi pantas ditinggali, karena rumah itu telah membawa luka baginya.

Di tengah tidurnya gadis itu bermimpi, sekelebat memori tentang kematian orang tuanya. Ia melihat bagaimana orang tuanya merenggut nyawa. Bagaimana saat sebuah peluru menembak mati  kedua orang tuanya. Akan tetapi ia heran kenapa dia tidak dibunuh juga oleh orang bertopeng itu. Kenapa ia dibiarkan menderita hidup seorang diri.

"Bunda..." racau gadis itu dalam mimpinya.

"Kenapa kalian tinggalin Ellen......Ayah...hiks..."

Brakk!!

Seorang lelaki muda memasuki kamar Ellen dengan tergesa. Ia mendekati Ellen yang tertidur di kasur dan menepuk pipinya perlahan.

"Ellen bangun dek, Ellen..."

Ellen terbangun dengan wajah penuh air mata. Ia terisak dan memeluk erat kakaknya. Suara tangisnya begitu pilu menyayat hati yang mendengar.

"Sstt, tenang ya disini ada kakak"

Ellen menggeleng keras, ia terlihat panik. Ia mendongak menatap kakaknya dengan binar penuh harap.

"Kak, tadi Ellen mimpi ke pemakaman ayah bunda. Ellen juga mimpi lihat ayah bunda dibunuh pakai pistol. Ellen takut ayah bunda kenapa-kenapa kak"

Farrel, kakak Ellen memeluk adiknya semakin erat. Ia perlahan terisak tidak tega melihat keadaan adiknya yang kacau. Ellen yang melihat itu bingung kenapa kakaknya menangis. Segala pemikiran buruk pun mulai menyerang dirinya.

"Kakak kenapa nangis... Ini cuma mimpi kak, ayah bunda masih ada kan???"

Tidak ada sahutan dari kakaknya, ia beranjak pergi dari kamarnya menuju ruang keluarga. Ia mencari ayah dan bundanya tapi tidak ketemu. Mulai dari ruang keluarga, dapur, kamar orang tuanya, ia tidak menemukannya. Hingga ia sampai di depan ruang tamu. Ia bingung kenapa banyak sanak keluarganya disini, dan dimana orang tuanya, kenapa orang tuanya tidak menemani mereka. Kenapa dan kenapa, itulah yang dipikirkan Ellen sedaritadi.

Salah satu dari sanak keluarganya itu melihatnya dan menghampirinya. Ia dipeluknya erat. Sungguh, Ellen bingung kenapa semua orang menatapnya.

"Ellen yang sabar ya, yang ikhlas biar ayah bunda tenang disana. Ellen harus kuat"

"Kamu jangan takut ya, nanti kalau Ellen butuh apapun bilang aja ke Tante..."

Ellen terdiam kaku, segala pemikiran buruk semakin menyerangnya. Ia menoleh saat merasakan keberadaan kakaknya disampingnya.

"Kak...mana ayah dan bunda. Mereka bilang aku harus sabar dan ikhlas, memang kenapa.."

"Kakak jawab Ellen dong, kenapa semua nangis sih"

Masih tidak ada jawaban dari seorang pun atas pertanyaannya. Ia pun berlari menuju ke sembarang arah dan berteriak histeris mencari ayah bundanya.

"Ayahhhh.....bundaaaa.......kalian dimana???!!!"

Brukk

"Ellen!!!"

Ia kembali pingsan di dekapan kakaknya, Ellen mengingatnya. Mimpinya itu bukan sekedar bunga tidur, melainkan kenyataan. Mimpi itu ada karena kejadian yang dilihatnya.

.

.

Sudah seminggu sejak kematian orang tua Ellen. Seminggu itu pula ia tidak pergi ke sekolah. Keterpurukannya menyebabkan ia jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit. Dan selama itu juga ia tidak melihat sahabat ataupun kekasihnya datang menjenguk atau menghubunginya. Hari ini Ellen memutuskan untuk berangkat ke sekolah. Ia menatap sekitar dengan mata sayunya. Banyak siswa berlalu lalang menyapanya yang dibalas hanya dengan senyuman.

"Ellen...!!" panggil seorang gadis di ujung lorong, Keira sahabatnya. Sosok yang menghilang di saat dirinya terpuruk. Senyuman menghiasi bibir Ellen menjawab sapaannya.

"Ellen maaf ya gue ga bisa datang di acara pemakaman orang tua lo"

"Iya gapapa Kei"

"Lo habis sakit juga ya, maaf juga gue ga bisa jenguk juga"

"Iya Kei ga masalah kok, masuk kelas yuk"

Dan tanpa dugaannya, Rey yang berstatus sebagai kekasihnya datang dan memeluk Keira dari belakang tanpa menyadari keberadaannya.

"Kei...Lo kemana aja sih, kok gue telfon ga diangkat"

Kedua gadis itu diam membisu, yang satu bingung akan apa yang terjadi dan yang satu panik harus melakukan apa.

"Kei??" beo Ellen kebingungan.

"El-ellen kamu ngapain disini" gugup Rey saat menyadari keberadaannya disana.

"Eh maksud aku kamu udah sembuh? Kok udah masuk sekolah?"

Ellen mengangguk menjawab pertanyaan Rey, matanya menatap penuh selidik ke dua manusia di depannya.

"Apa maksud kamu tadi Rey, kenapa kamu peluk Kei.....dan buat apa kamu telfon Kei??"

"I-itu Rey nelfon buat nanya kabar lo maksudnya, iya nanyain kabar"

"Tapi lo kan ga pernah jenguk gue Kei, gimana bisa tau kabar gue? Kenapa Rey ga tanya langsung aja ke gue?"

“.......”

"Rey, jawab dong pertanyaan aku. Apa kalian berdua selingkuh di belakang aku???"

Terlihat jelas bagi Ellen bahwa tubuh mereka berdua menegang. Keira terlihat semakin panik sedangkan Rey hanya menghela nafas tidak peduli.

"Ap-apaan sih El, lo k-kok nuduh gue gitu sih? Gue sahabat lo El"

"Tapi Kei nyatanya banyak kok di dunia ini sahabat yang nusuk dari belakang, mungkin aja kan lo gitu juga"

"El lo percaya dong sama gue, ga mungkin lah gue ngehianatin sahabat gue sendiri. Gue sama Rey itu cuma tem-........"

"Kalo gue selingkuh sama Kei emang kenapa? Mau putus? Oke lah gue juga udah bosen liat lo yang manja itu"

"Rey!!!! Kenapa lo bilang sih!!!" panik Keira

"El ini cuma salah paham, lo jangan dengerin omongannya Rey, dengerin gue aja ya El"

"Buat apa sih Kei ditutupin lagi, udahlah kita jujur aja"

"Jadi bener kalian nusuk gue dari belakang" balas Ellen dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya yang indah.

"Iya, ayo kita pergi Kei" ajak Rey menyeret paksa Keira untuk pergi dari hadapan Ellen.

Sakit. Ellen rasanya hancur mengetahui sahabat yang dipercayainya ternyata sungguhan menusuknya dari belakang. Bukan tanpa sebab Ellen menuduh mereka berdua berselingkuh. Dia seringkali melihat sosok yang mirip dengan mereka berdua sedang jalan bersama. Namun ia selalu menepis pemikiran itu, ia masih berusaha percaya pada kekasih dan sahabatnya itu. Tapi ternyata kepercayaan itu telah hancur sendirinya. Ia menangis meratapi nasibnya yang menurutnya menyedihkan. Bagaimana tidak, setelah kehilangan orang tuanya dia justru kehilangan sahabat dan juga kekasihnya.

.

.

Sejak kejadian itu, Ellen tidak pernah bertemu dengan Keira ataupun Rey. Ia merasa Keira menjauh darinya tanpa permintaan maaf ataupun itu, dan justru malah terkesan memusuhinya. Ellen kini menjadi sosok yang pendiam, wajahnya tertekuk murung setiap hari. Hingga suatu hari ada seseorang tak dikenal mengiriminya pesan rahasia yang menyuruhnya untuk menyelidiki kasus kematian orang tuanya.

From Unknown

Dimulai pukul 03.00 pria bertopeng memasuki gerbang komplek. Pukul 03.50 pemilik rumah disekap dalam kamarnya. Hingga pukul 04.25 pemilik rumah ditembak mati dihadapan sang putri.

*find the killer, this is the clue

“Apa maksudnya, dia saksi kejadian malam itu? Tapi kenapa ga langsung kasih tau aja”

To Unknown

Siapa kamu? Kalau kamu memang mau membantu, kenapa ga langsung kasih tau namanya aja?

From Unknown

“Tatapan serigala akan menjangkau jiwa kita –Barry Lopez”

From Unknown

Tugasku hanya untuk memberikan clue padamu. I know you are a smart girl.

“03.00, 03.50, 04.25?? Maksudnya apa??”

Setelah berpikir lama akhirnya ia menyadari bahwa yang dikirimkan orang tak dikenal itu adalah sebuah inisial. Ini adalah sandi jam yang pernah dipelajarinyaa saat pramuka dulu.

“Apa pembunuh itu masih ada di sekitar sini? Dan pengirim pesan ini diam-diam mengawasiku dan pembunuh itu? Aku harus membicarakan ini pada kakak”

Dan beberapa hari ini Ellen dan kakaknya Farrel telah menyelidiki kasus kematian orang tuanya secara mandiri, tentunya dengan bantuan clue yang dikirimkan oleh orang tak dikenal tersebut. Berbagai dugaan telah muncul di pikiran mereka akan siapa pelaku dibalik semua ini.

Siang ini mereka merencanakan sesuatu tanpa bantuan dari orang tak dikenal tersebut. Mereka menghiraukan larangan dari orang itu dan memilih bertindak nekat ingin mengakhiri ini semua. Dua kakak beradik itu berencana menjebak sang pelaku dan menghentikan aksi jahatnya yang mungkin akan menimpa mereka pada akhirnya.

Mereka kini membagi tugas dengan Farrel yang akan memancing pelaku agar datang ke rumah mereka. Sedangkan Ellen akan menunggunya di rumah sambil menantikan suara deru mobil kakaknya pertanda keberhasilan rencananya. Namun baru beberapa menit keberangkatan kakaknya, orang tak dikenal itu mengiriminya pesan beserta foto tak terduga. Jantungnya berdegup kencang menyadari kakaknya kini dalam bahaya. Dalam foto itu terlihat mobil kakaknya di kejauhan sedang berhenti menunggu pelaku itu datang, dan orang itu menuliskan caption di bawahnya.

“Sebuah tebing di depan dan serigala di belakang. Tidak ada gunanya bagi domba untuk menentang pendapat serigala. Serigala tidak akan berhenti atau mengkhawatirkan perasaan domba. Aku serigala hewan pemangsa berbulu domba.

Selamat kalian telah masuk dalam jebakanku haha”

(share location) serigala tidak suka menunggu mangsanya, cepat datang sebelum serigala menerkam sang domba” 

Ellen dengan tergesa segera menyambar tasnya dan pergi ke tempat yang dikirimkan oleh orang itu. Ia tidak memikirkan betapa bahayanya jika dia pergi kesana sendiri, yang dia pikirkan saat ini adalah keselamatan kakaknya. Dalam perjalanannya Ellen terus menebak siapa pelaku itu dan apa motif perbuatannya. Sungguh, kini pikirannya sangat kacau.

Setelah beberapa menit di perjalanan, Ellen telah sampai di titik lokasi yang dikirimkan. Ia menoleh ke kanan kiri mencari orang itu. Di atas tebing sana ia melihat dua orang tengah berdiri memperhatikan sesuatu dari atas sana. Ia mengikuti arah pandang dua orang itu, dan ternyata yang diperhatikannya adalah mobil kakaknya yang berhenti di kejauhan. Melihat itu Ellen segera memarkirkan mobil yang dikendarainya. Ia segera berlari menghampiri dua orang itu, jujur saja ia takut jika terlambat sedikit saja akan membahayakan nyawa kakaknya.

Dan setelah tiba di atas tebing itu, betapa terkejutnya dia saat mengetahui bahwa dua orang itu adalah Rey dan Keira.

"Jadi kalian yang udah bunuh ayah bundaku, kenapa?!!!" teriak Ellen murka. Dua orang itu menoleh cepat begitu menyadari kehadiran Ellen. Dengan santai Rey berjalan menghampirinya dengan senyum miringnya.

"Kamu mau tau alasannya? Itu karena orang tua kamu udah buat mama aku meninggal!!. Karena orang tua kamu perusahaan papa aku bangkrut dan mama aku meninggal!!"

"Itu bukan salah mereka. Itu takdir Rey!!"

"Takdir??!! Aku ga percaya sama takdir!! Ini semua salah orang tua kamu"

"Engga Rey, ga seharusnya kamu kayak gini. Kamu harus terima ini semua Rey!!"

"Termasuk kematian mama aku hah??!!!"

"......."

"Kalau aku harus terima kematian mama aku, kamu juga harus terima kematian orang tua dan kakak kamu"

"Kakak??? Maksudnya apa kamu ngomong kayak gitu?? K-kamu jangan macam-macam sama kakak aku ya Rey!!"

"Aku ga macam-macam, seperti kata kamu ini semua hanya takdir. Dan akan semakin baik jika kamu melihat takdir kematian kakakmu juga. Lihat ke bawah hahaha"

Di bawah sana ia melihat sebuah truk melaju kencang menuju mobil kakaknya yang sedang berhenti. Ia terkejut dan berusaha memanggil kakaknya dengan keras, namun sia-sia suaranya jelas tak terdengar.

"Astaga... Kakak!!! Kak berhenti!!! Kakak awas di depan ada truk!!! Kakak awasss!!!!"

Brakkk

Tabrakan maut tak terhindarkan di bawah sana. Banyak orang berdatangan menyelamatkan kakaknya dari tabrakan itu. Ellen terduduk lemas di atas tebing melihat itu semua, ia menangis histeris ketika melihat tubuh kakaknya yang hancur dipenuhi darah dari dalam mobil. Suara sirine ambulans dan polisi terdengar begitu mengerikan di telinga Ellen. Ia melihat itu semua, bagaimana polisi membentangkan garis kuning di sekitar mobil kakaknya, serta bagaimana para petugas rumah sakit itu menutup tubuh kakaknya yang penuh darah dengan kain putih diatasnya. Ia terdiam tak bisa apa-apa, ia hanya bisa menyaksikan itu semua dari atas. Mulai dari mobil kakaknya tertabrak truk yangmelaju kencang hingga melihat tubuh kakaknya dibawa pergi oleh ambulans.

Sesaat setelah kepergian ambulans itu, ia diseret oleh Rey dengan Keira yang mengikutinya dari belakang. Ia dibawa paksa ke tepi jurang dengan sungai berarus deras dibawahnya.

"Sekarang tinggal lo sendiri yang belum mati. Dan takdir lo adalah mati juga hari ini hahaha"

"Rey lo jangan gila!! Lo udah janji ga bakal sakitin Ellen" sungguh Keira panik saat ini, Rey berbohong. Ini jauh berbeda dari rencana awal mereka.

"Gue ga sebodoh itu buat biarin anak pembunuh ini hidup Kei. Lo diem disitu atau lo yang ada di posisi ini"

"......."

"Rey gue mohon biarin gue liat kak Farrel dulu"

"Ga perlu"

"Rey gue mohon, kakak!! Kak Farrel!!!!"

Byurr

Sungguh rasanya Ellen ingin cepat menemui kedua orang tua dan kakaknya. Nafasnya sesak, tubuhnya tenggelam di dalam sungai yang deras. Tubuhnya berkali-kali menabrak bebatuan sungai hingga menimbulkan luka besar ditubuhnya. Perlahan tubuh Ellen memberat dan kepalanya terasa sangat pening hingga gelap menyapanya, entah bagaimana nasibnya setelah ini. Ia tidak tau apakah setelah ini masih hidup atau justru mati tenggelam bersama dendamnya yang mendalam.

.

.

"You guys come down here, take this girl to the hospital"

"But master, why are we taking her to the hospital. We don't know her"

"Quickly save her or your lost life"

"Yes master, quickly take her to the hospital!!"

Gadis dengan tubuh penuh dengan luka itu pun diangkat menuju mobil. Ia tak jadi mati tenggelam, ia masih bisa membalaskan dendamnya pada orang yang menyebabkannya seperti ini. Teruntuk takdir yang begitu baik padanya, sosok yang menolongnya ternyata bukanlah sembarang orang. Ia adalah seorang pimpinan mafia ternama yang berakhir menjadi ayah angkatnya sendiri. Dan dari sinilah pembalasan dendam itu dimulai, tentu saja dengan bantuan para mafia dan keluarga barunya.

.

.

Dua tahun kemudian.....

Di bangunan tua yang kosong terdengar teriakan demi teriakan meminta pertolongan. Dua orang gadis dan lelaki terikat dengan rantai mengelilingi tubuhnya, mengikatnya begitu erat. Mereka meronta kesakitan ingin dilepaskan. Tangisan dari sang gadis terasa pilu, sungguh menderita. Ia adalah Keira, seorang gadis yang terjebak karena kesalahannya sendiri di masa lalunya. Sedangkan sang lelaki yaitu Rey berteriak memaki tanpa menyadari apa kesalahannya.

"Lepasin gue!! Mau lo apa hahh??!!"

"Jawab gue!!! Siapa yang nyuruh lo, butuh duit berapa bilang ke gue!!"

"Woi jawab gue, bisu lo semua!!"

Brakk

Salah satu penjaga disana menendang meja keras hingga terbalik.

"Shut up!!!"

Bodoh, sungguh sangat bodoh. Lelaki itu hanya berani memaki dalam bahasa Indonesia, sedangkan sudah sangat jelas bahwa para penjaga itu bukanlah orang Indonesia. Mereka adalah anggota mafia dari Amerika.

Kedua gadis dan lelaki tersebut terdiam ketakutan, badannya gemetar mengeluarkan keringat dingin. Hingga pintu yang ada disana diketuk pelan dari luar oleh seseorang. Salah satu penjaga membukakan pintu untuknya dan berbincang sebentar lalu membiarkannya masuk. Dia adalah seorang gadis yang anggun dan tegas di saat bersamaan, sungguh caranya berjalan sangat elegan. Baju serba hitam dengan high heels 20cm, kaca mata hitam dan juga kain yang menutupi wajahnya serta sebuah pistol di tangannya. Dapat disimpulkan oleh mereka bahwa gadis itu bukanlah orang baik, ia adalah komplotan dari mafia itu atau bahkan pimpinannya.

"You can go out, I want to have fun with both of them"

"Call us if you need help"

Gadis berpakaian serba hitam itu melangkah menuju tengah dan duduk di kursi yang disediakan. Ia menyilangkan kedua kakinya begitu angkuh, tangannya memainkan pistol yang dibawanya.

"How are you guys? Happy without me?"

"Who are you?" balas Keira

"Wahh, kalian melupakanku ya? Sedih sekali rasanya haha"

" Ga usah basa-basi, cepet bilang lo siapa terus mau lo apa" balas Rey menatap tajam.

" Sepertinya kalian ingin masalah ini cepat selesai ya, hmm baiklah itu berarti kalian juga ingin cepat mati"

"........"

"........"

" Kalian sungguh ingin tau siapa aku? Baiklah akan kutunjukkan siapa gadis bodoh ini yang telah dikhianati kekasih dan sahabatnya di masa lalu"

Srekk

Kain penutup wajah gadis itu pun terbuka menunjukkan wajah cantiknya. Senyum miring menghiasi bibir gadis itu menatap keduanya.

"Ellen.....k-kamu masih hid-dupp??"

"Gimana bisa?? Lo pasti bukan Ellen kan?? Gila!!"

Ellen berjalan mengelilingi keduanya, melangkah santai dan berjongkok diantara mereka berdua. Ia membalas ucapan mereka dengan tenang seperti tanpa emosi di dalamnya.

"Kamu yang gila Rey, kalian yang gila. Kalian tega ngebunuh keluargaku demi sebuah dendam. Kalian juga tega berkhianat di belakang aku, bahkan disaat hari kematian orang tuaku kalian ga datang sama sekali. Wahh sungguh baik hati nurani kalian ya"

"Lo pikir dengan nyekap kita disini lo punya hati nurani?? Lo bahkan lebih buruk dari gue"

"Yahh, aku emang udah ga punya hati nurani semenjak kalian dorong aku hari itu. Tapi seenggaknya aku masih punya belas kasihan dengan membiarkan keluarga kalian hidup aman. Aku bukan seperti kalian yang selain ga punya hati nurani juga ga punya otak, aku masih bisa mikir siapa yang salah dan pantas mendapat balasan. Dan juga..........  "

“Aku akan berbaik hati menebus dosa kalian. Ahh apa lebih baik dipercepat saja ya... terdengar menarik haha"

"Ellen jangan gila lo, gue bersumpah bakal buat lo mendekam di penjara seumur hidup sampai lo berani sentuh gue sedikitpun"

"Sungguh menakutkan sekali Rey, tapi sepertinya kamu harus menelan kalimat itu di mimpimu saja"

"Ellen...." panggil Keira sendu

"Gue minta maaf. Gue sadar kalo yang gue lakuin salah. Gue nyesel El. Kalau dengan bunuh gue bisa nebus dosa gue sama lo, bunuh gue sekarang El. Gue ga akan bisa hidup tenang dengan beban ini"

"Kei!!! Jangan gila, gue ga mau mati disini"

"Kamu yakin dengan ucapanmu Kei?"

"Ya, aku sangat yakin"

Ellen memanggil beberapa penjaganya di luar. Sebagian berjaga diluar dan sebagian berjaga di dalam.

"Untie them" perintah Ellen kepada para penjaga itu

"Do you forgive them?"

"No, I just want to hasten their penance"

Sesaat itu para penjaga melepaskan ikatan keduanya dari rantai yang melilit tubuhnya. Ellen tersenyum puas melihat bagaimana Rey memberontak ketakutan. Sungguh pemandangan yang indah menurutnya. Sejujurnya Ellen tidak marah pada Keira, ia hanya kecewa sahabatnya menusuknya dari belakang. Ellen tau bahwa semenjak kejadian hari itu Keira sangat menyesal, namun entah apa yang membuatnya tetap bertahan dengan Rey. Dan sekarang ia dapat melihat bagaimana Keira tiba-tiba bersimpuh dihadapannya.

"Ellen.....maafin gue, apapun konsekuensinya bakalan gue terima asalkan lo maafin gue"

"Gue tau lo ga sepenuhnya salah Kei. Gue tau lo nyesel, bahkan tiap hari lo datang ke makam palsu gue buat minta maaf"

"El.....lo tau semua?"

"Gue tau semua Kei, termasuk Rey yang ngancam bakalan bunuh keluarga lo kalau lo berani lapor ke polisi. Tapi Kei, nyawa tetap harus dibayar dengan nyawa"

"Gue ikhlas El kalau emang gue mati di tangan lo, karena gue pantas dapat itu semua. Tapi El gue mohon jangan sakiti keluarga gue, mereka ga tau apa-apa. Anggap aja gue ga tau diri, tapi gue pengen lo penuhi keinginan terakhir gue"

"Apa keinginan terakhir lo?"

"Tolong jaga keluarga gue, jangan sampai mereka tau kalau gue orang jahat. Gue ga mau mereka malu karena gue"

"Oke, ada lagi?"

"Gue boleh minta peluk lo? Gue.....g-gue kangen dipeluk sahabat gue kayak dulu"

Perlahan Ellen berjongkok di hadapan Keira. Ia memeluknya erat, pelukan tulus antara dua sahabat yang terpisah. Mungkin kalian berpikir bagaimana jika Keira menikamnya dari belakang saat memeluknya. Akan tetapi Ellen tidak peduli itu semua, yang dipikirkan hanyalah memeluk sahabatnya. Dan seandainya pun Keira menikamnya dari belakang, dia tidak masalah karena pada akhirnya Keira juga akan mati terbunuh di tempat ini.

Setelah berpelukan erat kini terlihat Ellen yang mengarahkan pistol tepat pada bagian jantung Keira. Ia menghela nafas berat menatap Keira yang tersenyum tulus padanya. Ia mengangguk meyakinkan Ellen untuk menekan pelatuk pistolnya. Hingga akhirnya.....

dorr!!

dorrr!!!

Dua peluru tepat menembus jantungnya. Ia seketika tergeletak tak bernyawa dengan darah yang mengalir dimana mana. Seluruh pasang mata menatap itu semua, mungkin bagi para mafia tembakan dan darah adalah hal yang biasa. Namun bagi Rey itu adalah hal yang mengejutkan sekaligus menakutkan, keringat dingin membasahi tubuhnya dan bibirnya pucat pasi. Ellen menghampiri tubuh Keira yang tak bernyawa. Ia memeluknya erat dalam pangkuannya.

"Maaf Kei, tapi nyawa harus dibayar nyawa. Gue akan penuhi keinginan lo, gue akan menjaga keluarga lo di sisa hidup gue. Semoga lo tenang disana ya Kei, sampaikan salam gue ke ayah, bunda, dan kak Farrel. Rest in peace"

Ia meletakkan tubuh Keira dengan hati-hati dan bangkit menghampiri Rey yang berdiri kaku. Ia tersenyum penuh kebencian menatap tajam Rey.

"Semua orang terdekatku pergi karena kejahatanmu Rey, dan sekarang kamu yang harus pergi dengan cara lebih menyakitkan dari yang mereka rasakan"

Ia menekan beberapa digit angka pada ponselnya. Ia menelpon seseorang yang semakin membuat tubuh Rey terasa gemetar.

"Hello dad, i have got my target. I want you to punish him today"

“.......”

"Punish him so severely that he himself asked to end his life"

“.......”

"Yeah, thank you for your kindness dad"

Dan di detik selanjutnya Rey diseret paksa oleh para penjaga untuk dibawa menuju pimpinan mereka, ayah angkat Ellen.

Ellen tersenyum bahagia melihat kepergian Rey menuju tempat ayahnya. Ia akan mendapat balasan yang setara dengan penderitaannya selama ini. Dan hal paling membahagiakan bagi Ellen adalah dendamnya terbalaskan.

A death is rewarded with death.

 


 

 

 

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGUMUMAN LOLOS TAHAP INTERVIEW 2020

Berita Acara Kajian Fotografi dan Videografi 2023 UKM IKPAN UINSA

Berita Acara Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) 2023 UKM IKPAN UINSA)