REVENGE AND DEATH
By: Ummi Hamidah |
Alunan
tangis menyayat hati keluar dari bibir mungil seorang gadis cantik. Suasana
pagi yang cerah tidak membuat suasana hatinya cerah juga. Ia justru terduduk
lemas menatap kosong kearah dua batu nisan orang tuanya. Seringkali gadis itu
tiba-tiba berteriak histeris lalu pingsan. Dan sekarang gadis itu mengalaminya.
Orang sekitarnya panik dan membawa gadis itu untuk kembali ke rumahnya. Rumah
yang tidak lagi pantas ditinggali, karena rumah itu telah membawa luka baginya.
Di
tengah tidurnya gadis itu bermimpi, sekelebat memori tentang kematian orang
tuanya. Ia melihat bagaimana orang tuanya merenggut nyawa. Bagaimana saat
sebuah peluru menembak mati kedua orang
tuanya. Akan tetapi ia heran kenapa dia tidak dibunuh juga oleh orang bertopeng
itu. Kenapa ia dibiarkan menderita hidup seorang diri.
"Bunda..."
racau gadis itu dalam mimpinya.
"Kenapa
kalian tinggalin Ellen......Ayah...hiks..."
Brakk!!
Seorang
lelaki muda memasuki kamar Ellen dengan tergesa. Ia mendekati Ellen yang
tertidur di kasur dan menepuk pipinya perlahan.
"Ellen
bangun dek, Ellen..."
Ellen
terbangun dengan wajah penuh air mata. Ia terisak dan memeluk erat kakaknya.
Suara tangisnya begitu pilu menyayat hati yang mendengar.
"Sstt,
tenang ya disini ada kakak"
Ellen
menggeleng keras, ia terlihat panik. Ia mendongak menatap kakaknya dengan binar
penuh harap.
"Kak,
tadi Ellen mimpi ke pemakaman ayah bunda. Ellen juga mimpi lihat ayah bunda
dibunuh pakai pistol. Ellen takut ayah bunda kenapa-kenapa kak"
Farrel,
kakak Ellen memeluk adiknya semakin erat. Ia perlahan terisak tidak tega
melihat keadaan adiknya yang kacau. Ellen yang melihat itu bingung kenapa
kakaknya menangis. Segala pemikiran buruk pun mulai menyerang dirinya.
"Kakak
kenapa nangis... Ini cuma mimpi kak, ayah bunda masih ada kan???"
Tidak
ada sahutan dari kakaknya, ia beranjak pergi dari kamarnya menuju ruang
keluarga. Ia mencari ayah dan bundanya tapi tidak ketemu. Mulai dari ruang
keluarga, dapur, kamar orang tuanya, ia tidak menemukannya. Hingga ia sampai di
depan ruang tamu. Ia bingung kenapa banyak sanak keluarganya disini, dan dimana
orang tuanya, kenapa orang tuanya tidak menemani mereka. Kenapa dan kenapa,
itulah yang dipikirkan Ellen sedaritadi.
Salah
satu dari sanak keluarganya itu melihatnya dan menghampirinya. Ia dipeluknya
erat. Sungguh, Ellen bingung kenapa semua orang menatapnya.
"Ellen
yang sabar ya, yang ikhlas biar ayah bunda tenang disana. Ellen harus
kuat"
"Kamu
jangan takut ya, nanti kalau Ellen butuh apapun bilang aja ke Tante..."
Ellen
terdiam kaku, segala pemikiran buruk semakin menyerangnya. Ia menoleh saat
merasakan keberadaan kakaknya disampingnya.
"Kak...mana
ayah dan bunda. Mereka bilang aku harus sabar dan ikhlas, memang kenapa.."
"Kakak jawab Ellen dong, kenapa semua nangis sih"
Masih
tidak ada jawaban dari seorang pun atas pertanyaannya. Ia pun berlari menuju ke
sembarang arah dan berteriak histeris mencari ayah bundanya.
"Ayahhhh.....bundaaaa.......kalian
dimana???!!!"
Brukk
"Ellen!!!"
Ia kembali
pingsan di dekapan kakaknya, Ellen mengingatnya. Mimpinya itu bukan sekedar
bunga tidur, melainkan kenyataan. Mimpi itu ada karena kejadian yang
dilihatnya.
.
.
Sudah
seminggu sejak kematian orang tua Ellen. Seminggu itu pula ia tidak pergi ke
sekolah. Keterpurukannya menyebabkan ia jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit.
Dan selama itu juga ia tidak melihat sahabat ataupun kekasihnya datang
menjenguk atau menghubunginya. Hari ini Ellen memutuskan untuk berangkat ke
sekolah. Ia menatap sekitar dengan mata sayunya. Banyak siswa berlalu lalang
menyapanya yang dibalas hanya dengan senyuman.
"Ellen...!!"
panggil seorang gadis di ujung lorong, Keira sahabatnya. Sosok yang menghilang
di saat dirinya terpuruk. Senyuman menghiasi bibir Ellen menjawab sapaannya.
"Ellen
maaf ya gue ga bisa datang di acara pemakaman orang tua lo"
"Iya
gapapa Kei"
"Lo
habis sakit juga ya, maaf juga gue ga bisa jenguk juga"
"Iya
Kei ga masalah kok, masuk kelas yuk"
Dan
tanpa dugaannya, Rey yang berstatus sebagai kekasihnya datang dan memeluk Keira
dari belakang tanpa menyadari keberadaannya.
"Kei...Lo
kemana aja sih, kok gue telfon ga diangkat"
Kedua
gadis itu diam membisu, yang satu bingung akan apa yang terjadi dan yang satu
panik harus melakukan apa.
"Kei??"
beo Ellen kebingungan.
"El-ellen
kamu ngapain disini" gugup Rey saat menyadari keberadaannya disana.
"Eh
maksud aku kamu udah sembuh? Kok udah masuk sekolah?"
Ellen
mengangguk menjawab pertanyaan Rey, matanya menatap penuh selidik ke dua
manusia di depannya.
"Apa
maksud kamu tadi Rey, kenapa kamu peluk Kei.....dan buat apa kamu telfon
Kei??"
"I-itu Rey nelfon buat nanya kabar lo maksudnya, iya nanyain
kabar"
"Tapi
lo kan ga pernah jenguk gue Kei, gimana bisa tau kabar gue? Kenapa Rey ga tanya
langsung aja ke gue?"
“.......”
"Rey, jawab dong pertanyaan aku. Apa kalian berdua selingkuh
di belakang aku???"
Terlihat
jelas bagi Ellen bahwa tubuh mereka berdua menegang. Keira terlihat semakin
panik sedangkan Rey hanya menghela nafas tidak peduli.
"Ap-apaan sih El, lo k-kok nuduh gue gitu sih? Gue sahabat lo
El"
"Tapi
Kei nyatanya banyak kok di dunia ini sahabat yang nusuk dari belakang, mungkin
aja kan lo gitu juga"
"El
lo percaya dong sama gue, ga mungkin lah gue ngehianatin sahabat gue sendiri.
Gue sama Rey itu cuma tem-........"
"Kalo
gue selingkuh sama Kei emang kenapa? Mau putus? Oke lah gue juga udah bosen
liat lo yang manja itu"
"Rey!!!! Kenapa lo bilang sih!!!" panik Keira
"El ini cuma salah paham, lo jangan dengerin omongannya Rey,
dengerin gue aja ya El"
"Buat apa sih Kei ditutupin lagi, udahlah kita jujur aja"
"Jadi
bener kalian nusuk gue dari belakang" balas Ellen dengan air mata yang
menggenang di pelupuk matanya yang indah.
"Iya,
ayo kita pergi Kei" ajak Rey menyeret paksa Keira untuk pergi dari hadapan
Ellen.
Sakit.
Ellen rasanya hancur mengetahui sahabat yang dipercayainya ternyata sungguhan
menusuknya dari belakang. Bukan tanpa sebab Ellen menuduh mereka berdua
berselingkuh. Dia seringkali melihat sosok yang mirip dengan mereka berdua sedang
jalan bersama. Namun ia selalu menepis pemikiran itu, ia masih berusaha percaya
pada kekasih dan sahabatnya itu. Tapi ternyata kepercayaan itu telah hancur
sendirinya. Ia menangis meratapi nasibnya yang menurutnya menyedihkan.
Bagaimana tidak, setelah kehilangan orang tuanya dia justru kehilangan sahabat
dan juga kekasihnya.
.
.
Sejak
kejadian itu, Ellen tidak pernah bertemu dengan Keira ataupun Rey. Ia merasa
Keira menjauh darinya tanpa permintaan maaf ataupun itu, dan justru malah
terkesan memusuhinya. Ellen kini menjadi sosok yang pendiam, wajahnya tertekuk
murung setiap hari. Hingga suatu hari ada seseorang tak dikenal mengiriminya
pesan rahasia yang menyuruhnya untuk menyelidiki kasus kematian orang tuanya.
From Unknown
Dimulai pukul 03.00 pria bertopeng memasuki gerbang komplek. Pukul
03.50 pemilik rumah disekap dalam kamarnya. Hingga pukul 04.25 pemilik rumah
ditembak mati dihadapan sang putri.
*find the killer, this is the clue
“Apa maksudnya, dia saksi kejadian malam itu? Tapi kenapa ga langsung
kasih tau aja”
To
Unknown
Siapa kamu? Kalau kamu memang mau membantu, kenapa ga langsung kasih
tau namanya aja?
From Unknown
“Tatapan serigala akan menjangkau jiwa kita –Barry Lopez”
From Unknown
Tugasku hanya untuk memberikan clue padamu. I know you are a smart
girl.
“03.00, 03.50, 04.25?? Maksudnya
apa??”
Setelah berpikir lama akhirnya ia
menyadari bahwa yang dikirimkan orang tak dikenal itu adalah sebuah inisial.
Ini adalah sandi jam yang pernah dipelajarinyaa saat pramuka dulu.
“Apa
pembunuh itu masih ada di sekitar sini? Dan pengirim pesan ini diam-diam
mengawasiku dan pembunuh itu? Aku harus membicarakan ini pada kakak”
Dan
beberapa hari ini Ellen dan kakaknya Farrel telah menyelidiki kasus kematian
orang tuanya secara mandiri, tentunya dengan bantuan clue yang dikirimkan oleh
orang tak dikenal tersebut. Berbagai dugaan telah muncul di pikiran mereka akan
siapa pelaku dibalik semua ini.
Siang
ini mereka merencanakan sesuatu tanpa bantuan dari orang tak dikenal tersebut.
Mereka menghiraukan larangan dari orang itu dan memilih bertindak nekat ingin
mengakhiri ini semua. Dua kakak beradik itu berencana menjebak sang pelaku dan
menghentikan aksi jahatnya yang mungkin akan menimpa mereka pada akhirnya.
Mereka
kini membagi tugas dengan Farrel yang akan memancing pelaku agar datang ke
rumah mereka. Sedangkan Ellen akan menunggunya di rumah sambil menantikan suara
deru mobil kakaknya pertanda keberhasilan rencananya. Namun baru beberapa menit
keberangkatan kakaknya, orang tak dikenal itu mengiriminya pesan beserta foto
tak terduga. Jantungnya berdegup kencang menyadari kakaknya kini dalam bahaya.
Dalam foto itu terlihat mobil kakaknya di kejauhan sedang berhenti menunggu
pelaku itu datang, dan orang itu menuliskan caption di bawahnya.
“Sebuah tebing
di depan dan serigala di belakang. Tidak ada gunanya bagi domba untuk menentang
pendapat serigala. Serigala tidak akan berhenti atau mengkhawatirkan perasaan
domba. Aku serigala hewan pemangsa berbulu domba.
Selamat kalian
telah masuk dalam jebakanku haha”
“ (share location) serigala tidak suka menunggu mangsanya, cepat
datang sebelum serigala menerkam sang domba”
Ellen
dengan tergesa segera menyambar tasnya dan pergi ke tempat yang dikirimkan oleh
orang itu. Ia tidak memikirkan betapa bahayanya jika dia pergi kesana sendiri,
yang dia pikirkan saat ini adalah keselamatan kakaknya. Dalam perjalanannya
Ellen terus menebak siapa pelaku itu dan apa motif perbuatannya. Sungguh, kini
pikirannya sangat kacau.
Setelah
beberapa menit di perjalanan, Ellen telah sampai di titik lokasi yang
dikirimkan. Ia menoleh ke kanan kiri mencari orang itu. Di atas tebing sana ia
melihat dua orang tengah berdiri memperhatikan sesuatu dari atas sana. Ia
mengikuti arah pandang dua orang itu, dan ternyata yang diperhatikannya adalah mobil
kakaknya yang berhenti di kejauhan. Melihat itu Ellen segera memarkirkan mobil
yang dikendarainya. Ia segera berlari menghampiri dua orang itu, jujur saja ia
takut jika terlambat sedikit saja akan membahayakan nyawa kakaknya.
Dan
setelah tiba di atas tebing itu, betapa terkejutnya dia saat mengetahui bahwa
dua orang itu adalah Rey dan Keira.
"Jadi
kalian yang udah bunuh ayah bundaku, kenapa?!!!" teriak Ellen murka. Dua
orang itu menoleh cepat begitu menyadari kehadiran Ellen. Dengan santai Rey
berjalan menghampirinya dengan senyum miringnya.
"Kamu
mau tau alasannya? Itu karena orang tua kamu udah buat mama aku meninggal!!.
Karena orang tua kamu perusahaan papa aku bangkrut dan mama aku
meninggal!!"
"Itu bukan salah mereka. Itu takdir Rey!!"
"Takdir??!! Aku ga percaya sama takdir!! Ini semua salah orang
tua kamu"
"Engga Rey, ga seharusnya kamu kayak gini. Kamu harus terima
ini semua Rey!!"
"Termasuk kematian mama aku hah??!!!"
"......."
"Kalau
aku harus terima kematian mama aku, kamu juga harus terima kematian orang tua
dan kakak kamu"
"Kakak???
Maksudnya apa kamu ngomong kayak gitu?? K-kamu jangan macam-macam sama kakak
aku ya Rey!!"
"Aku
ga macam-macam, seperti kata kamu ini semua hanya takdir. Dan akan semakin baik
jika kamu melihat takdir kematian kakakmu juga. Lihat ke bawah hahaha"
Di
bawah sana ia melihat sebuah truk melaju kencang menuju mobil kakaknya yang
sedang berhenti. Ia terkejut dan berusaha memanggil kakaknya dengan keras,
namun sia-sia suaranya jelas tak terdengar.
"Astaga... Kakak!!! Kak berhenti!!! Kakak awas di depan ada
truk!!! Kakak awasss!!!!"
Brakkk
Tabrakan
maut tak terhindarkan di bawah sana. Banyak orang berdatangan menyelamatkan
kakaknya dari tabrakan itu. Ellen terduduk lemas di atas tebing melihat itu
semua, ia menangis histeris ketika melihat tubuh kakaknya yang hancur dipenuhi
darah dari dalam mobil. Suara sirine ambulans dan polisi terdengar begitu
mengerikan di telinga Ellen. Ia melihat itu semua, bagaimana polisi
membentangkan garis kuning di sekitar mobil kakaknya, serta bagaimana para
petugas rumah sakit itu menutup tubuh kakaknya yang penuh darah dengan kain
putih diatasnya. Ia terdiam tak bisa apa-apa, ia hanya bisa menyaksikan itu
semua dari atas. Mulai dari mobil kakaknya tertabrak truk yangmelaju kencang hingga
melihat tubuh kakaknya dibawa pergi oleh ambulans.
Sesaat
setelah kepergian ambulans itu, ia diseret oleh Rey dengan Keira yang
mengikutinya dari belakang. Ia dibawa paksa ke tepi jurang dengan sungai
berarus deras dibawahnya.
"Sekarang
tinggal lo sendiri yang belum mati. Dan takdir lo adalah mati juga hari ini
hahaha"
"Rey
lo jangan gila!! Lo udah janji ga bakal sakitin Ellen" sungguh Keira panik
saat ini, Rey berbohong. Ini jauh berbeda dari rencana awal mereka.
"Gue
ga sebodoh itu buat biarin anak pembunuh ini hidup Kei. Lo diem disitu atau lo
yang ada di posisi ini"
"......."
"Rey gue mohon biarin gue liat kak Farrel dulu"
"Ga perlu"
"Rey gue mohon, kakak!! Kak Farrel!!!!"
Byurr
Sungguh
rasanya Ellen ingin cepat menemui kedua orang tua dan kakaknya. Nafasnya sesak,
tubuhnya tenggelam di dalam sungai yang deras. Tubuhnya berkali-kali menabrak
bebatuan sungai hingga menimbulkan luka besar ditubuhnya. Perlahan tubuh Ellen
memberat dan kepalanya terasa sangat pening hingga gelap menyapanya, entah
bagaimana nasibnya setelah ini. Ia tidak tau apakah setelah ini masih hidup
atau justru mati tenggelam bersama dendamnya yang mendalam.
.
.
"You guys come down here, take this girl to the hospital"
"But master, why are we taking her to the hospital. We don't
know her"
"Quickly save her or your lost life"
"Yes master, quickly take her to the hospital!!"
Gadis
dengan tubuh penuh dengan luka itu pun diangkat menuju mobil. Ia tak jadi mati
tenggelam, ia masih bisa membalaskan dendamnya pada orang yang menyebabkannya
seperti ini. Teruntuk takdir yang begitu baik padanya, sosok yang menolongnya
ternyata bukanlah sembarang orang. Ia adalah seorang pimpinan mafia ternama
yang berakhir menjadi ayah angkatnya sendiri. Dan dari sinilah pembalasan
dendam itu dimulai, tentu saja dengan bantuan para mafia dan keluarga barunya.
.
.
Dua tahun
kemudian.....
Di
bangunan tua yang kosong terdengar teriakan demi teriakan meminta pertolongan.
Dua orang gadis dan lelaki terikat dengan rantai mengelilingi tubuhnya,
mengikatnya begitu erat. Mereka meronta kesakitan ingin dilepaskan. Tangisan
dari sang gadis terasa pilu, sungguh menderita. Ia adalah Keira, seorang gadis
yang terjebak karena kesalahannya sendiri di masa lalunya. Sedangkan sang
lelaki yaitu Rey berteriak memaki tanpa menyadari apa kesalahannya.
"Lepasin gue!! Mau lo apa
hahh??!!"
"Jawab gue!!! Siapa yang nyuruh
lo, butuh duit berapa bilang ke gue!!"
"Woi jawab gue, bisu lo
semua!!"
Brakk
Salah
satu penjaga disana menendang meja keras hingga terbalik.
"Shut
up!!!"
Bodoh,
sungguh sangat bodoh. Lelaki itu hanya berani memaki dalam bahasa Indonesia,
sedangkan sudah sangat jelas bahwa para penjaga itu bukanlah orang Indonesia.
Mereka adalah anggota mafia dari Amerika.
Kedua
gadis dan lelaki tersebut terdiam ketakutan, badannya gemetar mengeluarkan
keringat dingin. Hingga pintu yang ada disana diketuk pelan dari luar oleh
seseorang. Salah satu penjaga membukakan pintu untuknya dan berbincang sebentar
lalu membiarkannya masuk. Dia adalah seorang gadis yang anggun dan tegas di
saat bersamaan, sungguh caranya berjalan sangat elegan. Baju serba hitam dengan
high heels 20cm, kaca mata hitam dan juga kain yang menutupi wajahnya serta
sebuah pistol di tangannya. Dapat disimpulkan oleh mereka bahwa gadis itu
bukanlah orang baik, ia adalah komplotan dari mafia itu atau bahkan
pimpinannya.
"You
can go out, I want to have fun with both of them"
"Call
us if you need help"
Gadis
berpakaian serba hitam itu melangkah menuju tengah dan duduk di kursi yang
disediakan. Ia menyilangkan kedua kakinya begitu angkuh, tangannya memainkan
pistol yang dibawanya.
"How are you guys? Happy without me?"
"Who are you?" balas Keira
"Wahh, kalian melupakanku ya? Sedih sekali rasanya haha"
" Ga usah basa-basi, cepet bilang lo siapa terus mau lo
apa" balas Rey menatap tajam.
"
Sepertinya kalian ingin masalah ini cepat selesai ya, hmm baiklah itu berarti
kalian juga ingin cepat mati"
"........"
"........"
"
Kalian sungguh ingin tau siapa aku? Baiklah akan kutunjukkan siapa gadis bodoh
ini yang telah dikhianati kekasih dan sahabatnya di masa lalu"
Srekk
Kain
penutup wajah gadis itu pun terbuka menunjukkan wajah cantiknya. Senyum miring
menghiasi bibir gadis itu menatap keduanya.
"Ellen.....k-kamu
masih hid-dupp??"
"Gimana
bisa?? Lo pasti bukan Ellen kan?? Gila!!"
Ellen
berjalan mengelilingi keduanya, melangkah santai dan berjongkok diantara mereka
berdua. Ia membalas ucapan mereka dengan tenang seperti tanpa emosi di
dalamnya.
"Kamu
yang gila Rey, kalian yang gila. Kalian tega ngebunuh keluargaku demi sebuah dendam.
Kalian juga tega berkhianat di belakang aku, bahkan disaat hari kematian orang
tuaku kalian ga datang sama sekali. Wahh sungguh baik hati nurani kalian
ya"
"Lo pikir dengan nyekap kita disini lo punya hati nurani?? Lo
bahkan lebih buruk dari gue"
"Yahh,
aku emang udah ga punya hati nurani semenjak kalian dorong aku hari itu. Tapi
seenggaknya aku masih punya belas kasihan dengan membiarkan keluarga kalian
hidup aman. Aku bukan seperti kalian yang selain ga punya hati nurani juga ga
punya otak, aku masih bisa mikir siapa yang salah dan pantas mendapat balasan.
Dan juga.......... "
“Aku
akan berbaik hati menebus dosa kalian. Ahh apa lebih baik dipercepat saja ya...
terdengar menarik haha"
"Ellen
jangan gila lo, gue bersumpah bakal buat lo mendekam di penjara seumur hidup
sampai lo berani sentuh gue sedikitpun"
"Sungguh
menakutkan sekali Rey, tapi sepertinya kamu harus menelan kalimat itu di
mimpimu saja"
"Ellen...." panggil Keira sendu
"Gue
minta maaf. Gue sadar kalo yang gue lakuin salah. Gue nyesel El. Kalau dengan
bunuh gue bisa nebus dosa gue sama lo, bunuh gue sekarang El. Gue ga akan bisa
hidup tenang dengan beban ini"
"Kei!!! Jangan gila, gue ga mau mati disini"
"Kamu yakin dengan ucapanmu Kei?"
"Ya, aku sangat yakin"
Ellen
memanggil beberapa penjaganya di luar. Sebagian berjaga diluar dan sebagian
berjaga di dalam.
"Untie
them" perintah Ellen kepada para penjaga itu
"Do
you forgive them?"
"No,
I just want to hasten their penance"
Sesaat
itu para penjaga melepaskan ikatan keduanya dari rantai yang melilit tubuhnya.
Ellen tersenyum puas melihat bagaimana Rey memberontak ketakutan. Sungguh
pemandangan yang indah menurutnya. Sejujurnya Ellen tidak marah pada Keira, ia
hanya kecewa sahabatnya menusuknya dari belakang. Ellen tau bahwa semenjak
kejadian hari itu Keira sangat menyesal, namun entah apa yang membuatnya tetap
bertahan dengan Rey. Dan sekarang ia dapat melihat bagaimana Keira tiba-tiba
bersimpuh dihadapannya.
"Ellen.....maafin
gue, apapun konsekuensinya bakalan gue terima asalkan lo maafin gue"
"Gue
tau lo ga sepenuhnya salah Kei. Gue tau lo nyesel, bahkan tiap hari lo datang
ke makam palsu gue buat minta maaf"
"El.....lo
tau semua?"
"Gue
tau semua Kei, termasuk Rey yang ngancam bakalan bunuh keluarga lo kalau lo
berani lapor ke polisi. Tapi Kei, nyawa tetap harus dibayar dengan nyawa"
"Gue
ikhlas El kalau emang gue mati di tangan lo, karena gue pantas dapat itu semua.
Tapi El gue mohon jangan sakiti keluarga gue, mereka ga tau apa-apa. Anggap aja
gue ga tau diri, tapi gue pengen lo penuhi keinginan terakhir gue"
"Apa
keinginan terakhir lo?"
"Tolong
jaga keluarga gue, jangan sampai mereka tau kalau gue orang jahat. Gue ga mau
mereka malu karena gue"
"Oke,
ada lagi?"
"Gue
boleh minta peluk lo? Gue.....g-gue kangen dipeluk sahabat gue kayak dulu"
Perlahan
Ellen berjongkok di hadapan Keira. Ia memeluknya erat, pelukan tulus antara dua
sahabat yang terpisah. Mungkin kalian berpikir bagaimana jika Keira menikamnya
dari belakang saat memeluknya. Akan tetapi Ellen tidak peduli itu semua, yang
dipikirkan hanyalah memeluk sahabatnya. Dan seandainya pun Keira menikamnya
dari belakang, dia tidak masalah karena pada akhirnya Keira juga akan mati
terbunuh di tempat ini.
Setelah
berpelukan erat kini terlihat Ellen yang mengarahkan pistol tepat pada bagian
jantung Keira. Ia menghela nafas berat menatap Keira yang tersenyum tulus
padanya. Ia mengangguk meyakinkan Ellen untuk menekan pelatuk pistolnya. Hingga
akhirnya.....
dorr!!
dorrr!!!
Dua
peluru tepat menembus jantungnya. Ia seketika tergeletak tak bernyawa dengan
darah yang mengalir dimana mana. Seluruh pasang mata menatap itu semua, mungkin
bagi para mafia tembakan dan darah adalah hal yang biasa. Namun bagi Rey itu
adalah hal yang mengejutkan sekaligus menakutkan, keringat dingin membasahi tubuhnya
dan bibirnya pucat pasi. Ellen menghampiri tubuh Keira yang tak bernyawa. Ia
memeluknya erat dalam pangkuannya.
"Maaf
Kei, tapi nyawa harus dibayar nyawa. Gue akan penuhi keinginan lo, gue akan
menjaga keluarga lo di sisa hidup gue. Semoga lo tenang disana ya Kei,
sampaikan salam gue ke ayah, bunda, dan kak Farrel. Rest in peace"
Ia
meletakkan tubuh Keira dengan hati-hati dan bangkit menghampiri Rey yang
berdiri kaku. Ia tersenyum penuh kebencian menatap tajam Rey.
"Semua
orang terdekatku pergi karena kejahatanmu Rey, dan sekarang kamu yang harus
pergi dengan cara lebih menyakitkan dari yang mereka rasakan"
Ia
menekan beberapa digit angka pada ponselnya. Ia menelpon seseorang yang semakin
membuat tubuh Rey terasa gemetar.
"Hello
dad, i have got my target. I want you to punish him today"
“.......”
"Punish
him so severely that he himself asked to end his life"
“.......”
"Yeah,
thank you for your kindness dad"
Dan
di detik selanjutnya Rey diseret paksa oleh para penjaga untuk dibawa menuju
pimpinan mereka, ayah angkat Ellen.
Ellen
tersenyum bahagia melihat kepergian Rey menuju tempat ayahnya. Ia akan mendapat
balasan yang setara dengan penderitaannya selama ini. Dan hal paling
membahagiakan bagi Ellen adalah dendamnya terbalaskan.
A death is
rewarded with death.
Komentar
Posting Komentar