Harapan
By : Isna Hamidah |
“Prang.....prang.....prang”
Marah. Bukan kemarahan yang menyebabkan keributan di kala
masih pagi seperti sekarang ini, melainkan ulah kucing cantik yang tengah
berlarian sehingga piring-piring yang tersusun rapi diatas rak berhamburan
jatuh ke lantai.
“Ya Allah, Jovan kucing kamu
le. Piring oh piring”. Teriaknya ketika melihat piring-piringnya dilantai dan
tak habis fikir dengan ulah si kucing. Seseorang datang dari balik kamarnya
ketika mendengar namanya disebut. Dengan langkah gontai dengan mata yang masih
melek merem tersebut menghampiri sumber suara tersebut.
“Huahhhh, ada apa sih bu masih
pagi teriak-teriak, kan kasihan tetangga kita terganggu tidurnya, eh maksudnya
Jovan hehe” sarkasnya.
Seseorag yang teriak-teriak yang
dipanggil dengan sebutan ‘bu’ tersebut adalah bu Laras, ibunda Jovan Mahedra.
“Ya gimana ibu ndak teriak wong
kucingmu sudah bikin piring ibu pecah kayak gini” gerutuya. “Hehe mau gimana
lagi to bu kan itu kucingnya nggak sengaja” jawab Jovan sambil terus menguap
karena masih ngantuk. “La kan ibu sudah nyuruh kamu buat beli kandang kucing.
Kucingnya ditaruh dikandang saja” dengan nada yang masih kesal, bukan kesal
kepada putranya tersebut tetapi kepada kucing yang sudah merusak kesabaran bu
Laras di pagi ini.
“Kasihan, nanti bosen kalo
dikandang terus” bu Laras hanya diam tak menanggapi putranya yang sudah tak
waras itu. Eitss, bukan gila ya tapi tak waras karena sudah sayang banget sama
kucing-kucingnya.
“Mandi sana van, nanti telat ke
sekolah”.
############
Jovan Mahedra siswa kelas 12 di SMA Garuda, salah satu
sekolah menengah atas di kota Yogyakarta. Jovan adalah siswa yang memiliki
kecerdasan yang biasa-biasa saja tapi nilainya tidak buruk juga atau bisa
dibilang cukup dan tidak memalukan juga. Dia sosok orang yang tidak sulit untuk
berteman. Jovan hanya tinggal bersama ibunya dan Alea-adik perempuannya. Ayah
Jovan bekerja disalah satu perusahaan milik keluarganya di luar kota. Jovan,
Alea, dan ibunya tentu merindukan sosok ayah yang notabenenya pulang hanya satu
bulan sekali atau terkadang tidak pulang, tipikal bang Toyib banget ayah Jovan.
Tapi ayah mereka sangat menyayangi Jovan, ibu, dan adiknya walau jarang pulang.
“Alea”
“Iya bu, ada apa?” serunya kala
sang ibu memanggilnya.
“Panggil masmu suruh turun
terus sarapan”
“Iya iya”
Lalu Alea melenggang menuju
kamar Jovan untuk melaksanakan titah dari ibunya memanggil mas Jovan.
“TOK..TOK..TOK”
Tak lama kemudian si pemilik
bilik tersebut membuka pintu.
“Mas, disuruh turun sama ibu
diajak sarapan”
“Hooh adek gua yang cantekkkk”
“Ya jelaslah, adekmu cuma aku
perempuan pula. Mungkin kalo aku laki-laki gantengnya udah ngalah-ngalahin kamu
mas” jawab Alea sambil terkikik sedangkan sang kakak sudah menggerutu kepada
adiknya.
“Idih apaan sih lo, jelas-jelas
masmu ini ganteng se-RT harusnya bangga lo punya mas kayak aku” tertawa sambil
berbangga diri Jovan mengatakannya tapi memang benar adanya kalau Jovan itu
ganteng.
“Haishh, kumat sombongnya”
“Nggak sombong gue, emang
faktanya gitu”
“Halah tau ah. Cepet turun ntar
kesiangan, sekalian gue nebeng lo ya mas”
“Modus lo”
“Ya mas ya, iya harus iya. Ya
udah cepet turun”
Jovan pun turun mengekor
dibelakang Alea sambil menggerutu. Di bawah ibu sudah menyelesaikan membuat
sarapan untuk disantap bersama anak-anaknya.
“Asek sarapan” oceh Jovan.
“Van, sebentar lagi kamu ujian
ya?” tanya bu Laras kepada putranya, yang ditanya masih sibuk dengan
sarapannya.
“Em apa bu, em eh iya”
“Kamu rencana lanjut kemana
habis SMA?”
“Yah belum kepikiran aku bu”
“Gimana to van itu demi masa
depanmu lo” timpal bu Laras.
“La iya mas ki gimana to udah
besar juga masih bingung aja” sahut Alea yang ikut menanggapi pembicaraan ibu
dan kakaknya. Sedangkan yang menjadi tokoh utama dalam perbincangan pagi ini
memilih diam, mungkin sedang memikirkan pertanyaan yang dikatakan oleh ibunya.
Kalau dipikir-pikir perkataan adiknya benar juga bahwa dirinya sudah besar dan
tentunya dia harus memiliki tujuan yang benar dimasa depan.
“Asal pilihanmu ndak menyimpang
ibu akan dukung kamu le. Kamu itu anak laki-laki dan kamu anak tertua ibu dan
ayah. Harapan ibu ndak muluk-muluk, ibu cuma pengen kamu jadi orang yang
bertanggung jawab dan sholeh. Oh iya sama jadi contoh yang baik buat adekmu”
“Ya ibuku tersayang”
Selepas sarapan mereka
berpamitan kepada bu Laras, tidak ada yang khusus sama saja dengan gaya
berpamitan anak yang berbakti pada umumnya mereka bersalaman dan mencium tangan
orang tua mereka.
#############
Bel tanda istirahat sudah berbunyi, menandakan bahwa
kantin yang semula hanya dihuni oleh ibu-ibu kantin kini akan dipenuhi oleh
lautan siswa siswi SMA Garuda yang berhamburan keluar dari kelas mereka dan
sudah siap untuk memanjakan cacing-cacingdiperut mereka yang sudah
meronta-ronta. Entah mereka kesana hanya untuk membeli air mineral saja atau
hanya sekedar melepas penat usai mendapatkan setumpuk materi dari guru mereka.
Dibawah pohon yang rindang tepatnya kantin bagian pojok adalah tempat yang
selalu menjadi tempat yang cocok untuk pelepas penat Jovan dan teman-temannya.
“Woy nglamun terus”
Jovan hampir saja terjatuh
ketika mendengar suara Rangga yang mengkagetkannya. Ingin rasanya dia memukul
wajah Rangga tapi ia urungkan mengingat Rangga adalah teman setianya sejak
dibangku sekolah menengah pertama. Sementara Rangga malah terkekeh melihat
tingkah temannya tersebut.
“Kira-kira dong kalo menyapa
bang Jovan yang ganteng ini, kalo malaikat izroil ikut menyapa gimana”
“Huss ngawur omonganmu bang,
jangan asal mangap lo”
“La lo duluan yang hampir buat
gue serangan jantung”
“Hehehe ya sorry deh. Mikirin
apaan sih lo sampek serius banget, mikir hutang lo sama gue?”
“Sejak kapan gue punya hutang
sama lo ngga, yang ada lo yang punya hutang sama gue”
“Bener juga kata lo bang,
kenapa sih lo”
“Gue mikir masa depan gue ngga”
“Tumben lo mikirin kayak gitu”
“Tadi gue ditanyain sama ibu.
Kalo lo mau kemana abis ini?’
“Mungkin gue nyusul kakak gue
ke Bandung. Mau ikut lo”
“Hmm nggak deh”
“Teng.....Teng.....Teng”
“Udah bel masuk kekelas yuk,
jangan nglamun mulu”
Jovan dan Rangga undur diri
dari tempat mereka menuju ke kelas 12 IPS 3, siswa siswi yang lainnya pun
meninggalkan tempat mereka dan membiarkan suasana di tempat tersebut kembali
sedia kala. Tak halnya mereka berjalan menuju kelas masing-masing dengan bersenda
gurau dan berceloteh dengan teman mereka. Kegiatan belajar mengajar berjalan
sebagai mana mestinya, para guru menerangkan materi dan para siswa mendengarkan
dengan khusyuk walaupun sesekali terdapat siswa yang merasa bosan ataupun
mengantuk.
##############
Hari berganti hari waktu terus berjalan pada porosnya
kehidupan makhluk bumi berjalan dengan normal meski terkadang terdapat masalah
dikeluarga mereka masing-masing yang sudah menjadi hal lumrah dalam kehidupan.
Serangkain ujian sekolah menengah atas terlaksana dengan lancar tinggal
menunggu hasil dari perjuangan mereka selama ini, mereka hanya perlu bersabar.
Dan hari ini adalah hari dimana akan diumumkan lulus atau tidaknya murid-murid
di SMA Garuda. Para murid berkumpul di aula mendengarkan pengumuman dari kepala
sekolah. Ketegangan mulai menyelimuti suasana aula SMA Garuda.
“Assalamu'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh, langsung saja saya umumkan kelulusan murid-murid
sekalian” ucap kepala sekolah. “Dari 463 siswa, dengan berat hati saya harus
mengatakan bahwasanya,,,,saya harus melepas seluruh murid untuk mengejar
cita-citanya masing-masing” tambahnya.
Semula suasana kehenigan yang
melanda aula kini berganti dengan suara riuh dan sorak sorai murid-murid yang
merasa puas dengan pencapaian mereka sejauh ini.
“Yuhu lulus”
“Alhamdulillah,,, aku lulus”
“Yeyyy”
Semua kata-kata mereka ucapkan
sebagai bentuk rasa syukur diiringi dengan tepukan meriah dari murid SMA
Garuda.
Setibanya di rumah Jovan sudah disambut oleh bu Laras.
“Alhamdulillah putramu yang ganteng
ini sudah lulus dari masa-masa SMA bu” ungkapan bahagia Jovan bagi dengan sang
ibunda tercinta.
“Alhamdulillah le ibu juga
senang dengarnya” ungkapan yang tak kalah bahagia juga bu Laras rasakan melihat
si anak tertua telah menyelesaikan jejang sekolah menengah atas.
“Bu” terjeda ucapan Jovan.
“Jovan sudah memutuskan akan melanjutkan dimana setelah ini”.
“Iya le, kamu mau lanjut dimana
memang?” respon ibu kepada anaknya.
“Jovan mau fokus mendalami ilmu
agama bu” sangat bahagia ketika anaknya mengatakan keinginannya tersebut.
“Ke pesantren maksudmu le?”
“Iya bu. Bagaimana bu, setuju
atau ndak?”
“Kalau keputusanmu itu ibu
setuju le. Keputusanmu sudah benar, urusan dunia bisa dicari kapan saja tetapi
kalau urusan agama jangan sampai telat ataupun lengah untuk mendapatkannya”
Jovan mengangguk mendengar penuturan dari bu Laras. Perasaan bahagia yang tak
ada hentinya ketika mendengar keputusan anak laki-lakinya ini walaupun
keputusannya tersebut bisa memisahkan jarak diantara mereka tapi bagaimana lagi
itu keputusan yang tepat.
“Pondok mana yang menjadi
pilihanmu?”
“Al-Anwar Sarang Rembang bu”
“Ya Allah jauh sekali le”
“La gimana ndak jadi setuju nih
bu?”
“Ya ya heeh ibu manut aja wes”
“Ok ibukku” sambil melenggang
pergi ke kamarnya.
#############
Jovan mulai mengemasi barang-barang yang akan dibawanya
ketempat ia mengemban ilmu agama dengan bantuan bu Laras dan Alea tentunya.
Setelah dua minggu yang lalu menyelesaikan pendaftaraan sekarang sudah waktunya
dia mempertanggung jawabkan atas pilihan yang dia buat. Tentunya pilihannya tersebut sudah Jovan pikirkan dari
jauh-jauh hari dengan mempnimbangkannya terlebih dahulu.
“Kok jauh banget sih mas” suara
Alea memulai pembicaraan.
“Biar ndak berantem terus sama
kamu Al” Alea kesal dengan jawaban kakaknya.
“Hehe gitu aja ngambek.
Bercanda Al” lanjutnya.
“Hemm”
“Ini, bajunya mana lagi yang
mau kamu bawa le?” tanya sang ibu.
“Udah itu aja bu, nanti ndak
muat lemariku kalo kebanyakan”
“Ya udah”
Tak terasa ternyata waktu berjalan begitu cepat hingga
sekarang waktu sudah menunjukkanbahwa sudah waktunya Jovan berangkat ketempat
yang baru, teman baru, dan juga suasana yang baru. Kakinya melangkah menuju
kereta sudah bertengger disana.
“Doain Jovan ya bu”
“Doa selalu ibu panjatkan untuk
anak-anak ibu” Jovan mengulum senyumnya kemudian mencium punggungtangan bu
Laras. Kemudian beralih keadiknya.
“Jangan nyusahin ibu, nurut
sama orang tua, jaga ibu dan jaga kesehatan juga, yang rajin belajarnya” titah
Jovan
“Iya mas. Mas juga jaga
kesehatan disana fokus aja sama ngajinya jangan malah godain mbak-mbak
santrinya” si adik hanya tertawa usai menggoda kakaknya.
“Apaan sih Al”
“Hehehe” kemudian mecium tangan
kakaknya.
“Ya udah aku pamit ya. Aku akan
mewujudkan perkataan ibu. Assalamu’alakum” ujarnya seraya tersenyum kemudian
melambaikan tangan kearah keibu dan adiknya lalu Jovan memasuki kereta yang
siap melaju menuju tempat tujuannya.
Dia siap menjalani kehidupannya
yang baru dan dia akan membuktikan kepada alam semesta bahwa dia bisa mewujudkan
harapan wanita yang sudah merawatnya, memberi cinta, dan juga kasih sayang. Ia
akan terus melangkah menggapai cahaya terang itu dengan cara dia sendiri tanpa
melukai.
Komentar
Posting Komentar