Rain and Hurts

 

By Anissa Nurul Farida Tussholikhah


Semesta memang selalu seperti itu dalam mengatur takdir. Pertemuan, perpisahan, bahkan kematian. Kita tak akan pernah tau takdir apa yang telah digariskan untuk kita. Tapi percayalah, bahwa semua itu adalah pilihan terbaik untuk kita. Bukan untuk membuat kita membenci Tuhan, tapi untuk mendekatkan kita kepada Nya.

Kurang lebih seperti itulah yang Rasya rasakan. Bertahan dari banyaknya luka yang sudah Tuhan berikan kepadanya. Rasya Vantika, gadis yang disaat usia enam tahun harus kehilangan sosok ayah yang sangat ia cintai.

Sore itu, kala Rasya selesai mengantarkan ayahnya ke tempat peristirahatan terakhir, ia tak lagi kuat menginjakkan kaki di dalam rumahnya. Meskipun rumahnya saat itu dipenuhi oleh banyak orang yang melayat, namun bagi Rasya hanya kehampaan yang ia dapati di sana. Sesak rasanya saat mengingat tak ada sosok ayah yang kerapkali tersenyum kepadanya itu.

“Sya, ayo masuk! Liat langitnya udah mendung, kamu mau kehujanan disini?” bujuk lelaki berusia empat tahun lebih tua darinya itu. Ya, dia adalah Erion, kakak dari Rasya.

Rasya kecil menggeleng kuat, “Ga mau bang! Rasya gamau masuk. Sakit bang! Hati Rasya rasanya mau hancur!!” ucap polos gadis itu ditengah tangisnya.

Erion menghela nafas kuat. Ia tau bagaimana rasanya, sakit sekali. Karena tak hanya Rasya yang merasakan itu.

“Yaudah kalo itu mau kamu, tapi kalo sampe kehujanan dan sakit, gausah bikin bunda ataupun abang susah!!”

“Justru itu niat Rasya. Biar Rasya sakit trus nyusul ayah!!”

Erion berdecak keras. Lalu segera pergi meninggalkan adik bungsunya itu. Biarlah gadis itu berpikir sesukanya. Toh ia percaya bahwa Rasya kecil tak akan benar-benar melakukan ucapan ngawurnya.

Dan benar saja, beberapa menit setelah kepergian Erion hujan turun membasahi bumi bagian tempat Rasya berpijak. Dan itu tak membuat Rasya beranjak dari tempatnya. Ia malah menenggelamkan kepalanya ditengah lipatan lututnya.

Namun, tak lama setelah itu, Rasya tak lagi merasakan bulir air membasahi kepalanya. Karena itulah ia mendongakkan kepala, payung hitam itu melindungi dirinya dari guyuran air hujan.

“Kata mama, hujan-hujan bisa bikin kita sakit, jadi kamu ga boleh hujan-hujan biar ga sakit!” Kata laki-laki seumuran dengan Rasya. “Ini payungnya buat kamu aja ya.” Lelaki itu meletakkan gagang payung ketangan Rasya. “Aku pergi dulu ya? Da-da!!” lelaki itu berlari menjauhi Rasya lalu berbalik untuk melambaikan tangan kearah gadis itu, disertai senyuman manisnya.

Seperti itulah pertemuan pertama mereka, singkat namun selalu membekas dibenak Rasya hingga ia beranjak dewasa. Apa kabar ya dengan lelaki itu? Andaikan waktu itu ia sempat berkenalan apakah sampai saat ini mereka masih bisa berhubungan? Ah sudahlah. Lagian waktu itu ia terlalu tidak fokus, karena memang ia masih sibuk-sibuknya memahami serta menerima keadaan yang mengejutkan itu.

“Anjir-anjir!! Murid barunya ganteng banget!!”

“Di kelas kita ga ya?”

Suara para siswi itu saling sahut menyahut. Kehebohan karena murid baru pun tak hanya terjadi di dalam kelas 11 IPA 2 itu. Keadaan yang sama juga terjadi di luar, balkon lantai dua dipenuhi oleh para siswa siswi yang kepo akan murid baru yang katanya ganteng itu.

“Ada apa sih Nan?” tanya Rasya malas kepada teman sebangkunya, Kinan.

“Ada murid baru Sya. Gantengnya tuh ga ketulungan, 11 12 kek oppa Korea!!” jawab Kinan dengan nada alaynya.

“Dih, gitu aja pada kepo. Kalo oppa Korea sekolah disini beneran nah baru tuh boleh kepo, contohnya nih andaikan Song Kang jadi murid baru disini.”

“Siapa Song Kang?”

“Cih. Lo mah tau nya Lee Min Ho mulu, coba deh stalkingin ig Song Kang, pasti lo langsung klepek-klepek.”

“Masa iya sih?” Dengan setengah percaya dan tidak, Kinan pun langsung menuliskan nama Instagram yang Rasya ucapkan. Emang beneran ada oppa-oppa yang ngalahin pacar virtualnya itu? Ya siapa lagi kalo bukan Lee Min Ho.

Seperti itulah kehidupan SMA Rasya. Tak ada yang spesial. Semua berjalan sesuai arus. Monoton. Di sekolah pun ia hanya mempunyai satu teman yang benar-benar dekat dengannya, siapa lagi jika bukan Kinan? Ya, Kinan. Cewek yang sudah menjadi sahabatnya sejak mereka pertama kali duduk di bangku kelas 10.

Ia pun bukan orang sibuk di sekolahnya, jadi setelah pelajaran usai pun ia langsung bergegas pulang kerumah. Jika dikategorikan pasti Rasya akan masuk kedalam kategori murid nolep. Hahaha memang separah itu sih ketidak ingin tahuan Rasya terhadap kehidupan orang disekitarnya. Toh ngapain juga ngurusin hidup orang kalo hidupnya pun belum bener, benar bukan?

Hanya rumah tempat Rasya kembali. Namun entah mengapa ia akhir-akhir ini malas berada di rumah tempat ia bertumbuh itu. Semuanya semakin terasa berbeda sejak kehadiran sosok ayah baru dalam hidupnya. Ya, empat tahun yang lalu bunda Rasya meminta izin untuk menikahi pria itu. Rasya maupun Erion tak bisa mencegah keinginan bundanya itu. Toh, mereka rasa sang bunda juga butuh seseorang yang bisa diajak mendiskusikan beberapa hal terkait keadaan rumah tangga. Benar bukan?

Tapi ternyata hal itu bagi Rasya hanyalah manis di depan. Sampai saat ini, hanya Maya lah yang membuat Rasya betah di rumah. Meskipun aslinya ayah baru Rasya tidaklah semenakutkan ayah tiri seperti di sinetron, hanya saja Candra-ayah tiri Rasya-memperlakukannya tak sama dengan ia memperlakukan Ziana. Ya, kakak tiri Rasya yang hanya berjarak satu tahun dengannya. Entah itu hanyalah anggapan Rasya ataukah bukan ia tak tau. Yang paling penting, seperti ada jarak diantara keduanya.

Ada alasan lain yang membuat Rasya tak begitu menyukai ayah tirinya. Yaitu karena ayah tirinya kerap melontarkan kata-kata tajam kepada bunda yang ia sayangi. Meskipun tanpa perlakuan kasar yang pria itu lakukan, tapi perkataan itu sering kali menyakiti hati Maya. Bahkan tak jarang Rasya memergoki bundanya menangis. Dan tak ada satupun dari Erion maupun Ziana yang mengetahui hal itu. Karena Maya dengan pintarnya menyembunyikan luka itu sendirian dan selalu mengatakan bahwa ia baik-baik saja.

Taman komplek adalah tempat pelarian Rasya. Meskipun sebentar, tapi ia bisa sedikit menenagkan hati dan pikirannya. Angin sepoi-sepoi itu mengelus lembut permukaan kulit Rasya. Ia mengadahkan kepala kearah langit, dengan mata terpejam ia semakin menikmati semilir angin sore di taman itu.

Lagi-lagi rintik hujan turun membasahi bumi. Ah, ia lupa hari ini masih termasuk kedalam musim hujan. Dimana hujan akan sering menjatuhkan airnya ke bumi tempat Rasya berpijak. Karena alasan itulah dirinya akhir-akhir ini jarang menghabiskan waktu di sini.

Hujan ya? Rasya akan selalu ingat akan kejadian waktu itu. Dimana ia dipertemukan dengan seseorang itu. Jika dipikir-pikir lagi, Rasya rasa saat itu adalah terakhir kalinya ia hujan-hujan. Karena seperti pada umumnya, ia langsung terkena flu. Dan waktu itu ia dimarahi habis-habisan oleh Erion.

“Ternyata kamu ga pernah dengerin aku ya?” untuk kesekian kalinya, semesta menuliskan takdir di luar nalar pikiran gadis itu.

Secepat kilat Rasya menoleh kearah seseorang yang menghadangkan air hujan untuknya. Dan senyum manis itu adalah objek pertama yang Rasya lihat.

Si cowok payung hitam. Begitulah Rasya menyebutnya.

“Aku bilang jangan hujan-hujan, ntar kamu sakit.”

Rasya menggeser duduknya sedikit menjauhi lelaki itu, “Peduli apa lo sama gue?”

Sebelum menjawab, lelaki itu tertawa pelan. “Walaupun dunia lo hancur, lo harus bisa bertahan. Bukan malah membawa dirimu kearah kehancuran itu. Aku tau semuanya Sya. Alasan waktu itu kamu melakukan hal itu, bahkan sekarang pun aku tau.”

Tunggu. Sya? Darimana ia mengetahui namanya?

“Lo penguntit ya? Atau cenayang?”

“Bukan.” Lelaki itu menjeda ucapannya sejenak, lalu mengulurkan sebelah tangannya yang tak memegang gagang payung kearah Rasya. “Kenalin nama aku Trivian Alhabsy.”

Begitulah kali kedua Semesta mempertemukan Rasya dengan seseorang yang sudah lama ia juluki sebagai si cowok payung hitam. Semua pertemuan itu sama sekali tak pernah Rasya duga. Kehadiran sosok Trivian di hidupnya pun berhasil membuat kehidupannya sedikit berwarna. Siapa sangka ternyata Trivian adalah seorang siswa baru yang sama sekali tak menarik perhatiannya tempo hari.

Hubungan mereka berjalan tanpa ada seorangpun yang tau. Bisa dibilang mereka menjalin hubungan backstreet selama 3 bulan. Hingga suatu insiden membuat Trivian mendeklarasikan bahwa Rasya adalah orang yang berstatus menjadi pacarnya.

“Rasya!!” teriak perempuan berambut lurus dengan rok yang tak sesuai standar sekolah itu menatap nyalang Rasya yang tak tau apa-apa itu.

Awalnya Rasya bingung akan kehadiran perempuan yang diliputi emosi itu. Seingatnya ia tak pernah mencari masalah dengan perempuan tersebut.

“Ada urusan apa ya?” tanya Rasya dengan polos.

“Halah gausah sok polos deh lo!! Lo kenapa jadi cewek kecentilan banget sih?! Kenapa cewek ga goodlooking kaya lo berani coba-coba deketin Trivian?! Punya kaca ga lo dirumah?!!” sentak perempuan itu sembari mendorong kasar bahu Rasya.

Ah, ternyata ini permasalahannya. Ga good looking ya? Apa ia harus sempurna secara fisik dulu baru boleh berpacaran dengan Trivian?

Rasya yang tersungkur ke lantai membuat kerumunan di kantin itu semakin padat. Ya, secepat itu berita menyebar bahwa si queen SMA Bangsa sedang membully siswi nolep yaitu Rasya. Siapa sih yang tidak mengenal Jasmine si good looking itu? Pasti tak ada. Karena, siswi nolep seperti Rasya aja bisa tau apalagi yang lain, benar bukan?

Saat itu juga Jasmine ingin menyakar-nyakar wajah polos Rasya. Bagaimana mungkin seorang Trivian yanag sekelas dengan dirinya bisa berpacaran dengan Rasya kalo bukan cewek itu memasang jampi-jampi, ya kan?

Sedetik sebelum segelas jus manga menumpahi tubuh Rasya, wajah Jasmine sudah terlebih dahulu tersiram oleh segelas es teh manis. Beruntung kan bukan jus manga?

Tak hanya Jasmine yang dibuat terkejut dengan kejadian itu. Bahkan seluruh orang yang berkerumun dibuat menganga atas apa yang sudah Trivian lakukan kepada Jasmine. Ya, Trivian adalah orang yang tanpa pikir panjang langsung menyiram gadis itu. Toh jika dipikir-pikir, balasannya tak akan sebanding denga napa yang telah gadis itu lakukan kepada Rasya. Salah siapa coba mengusik pacarnya?

Trivian membantu Rasya untuk berdiri. Tatapan tajam nan menusuk itu terus ia arahkan kearah Jasmine. Seolah-olah itu adalah peringatan terakhirnya agar tak menyentuh miliknya.

“Gue rasa lo yang seharusnya ngaca!! Good looking tapi ga good attitude kayak lo selamanya gaakan ada nilainya di mata gue!! Tubuh dirawat tapi otak nggak, ya sama aja bodoh!!” singkat tapi menusuk. Inilah sosok lain dari diri Trivian. Seseorang yang tak bisa bersikap halus kepada orang yang gemar merendahkan orang lain.

Trivian melemparkan tatapan kearah beberapa siswa yang mengerumuni mereka, karena ia akan membuat pengakuan besar di depan mereka semua. “Ini peringatan terakhir buat kalian!! Siapa-pun yang berani ganggu Rasya cewek gue, gue pastikan akan menerima balasan yang lebih kejam dari ini!!”

Setelah mengucapkan itu, Trivian menarik pelan lengan Rasya untuk meninggalkan kerumunan itu. Pastinya tak ada yang tak terkejut dengan kejadian itu. Pengakuan secara tiba-tiba yang dilakukan Trivian berhasil membuat mereka menganga terutama Jasmine.

Memang begitulah Trivian. Selamanya akan bersikap manis dan selalu melindungi apa dan siapa yang ia cintai. Dan sebaliknya. Ia akan bersikap lebih kejam kepada siapapun yang berani mengusik dirinya ataupun miliknya.

Memiliki Trivian adalah hal yang sangat Rasya syukuri. Siapa sangka cowok itu akan menjadi kekasih yang amat ia cintai. Di dekat lelaki itu membuat Rasya terlindungi. Trivian sudah bagaikan alasan kedua dirinya tuk bertahan.

Disaat Rasya ingin lari dari pahitnya kenyataan, pasti Trivian membawa seribu kebahagiaan yang membuatnya bertahan. Tapi semua itu rupanya tak bertahan lama. Karena semesta telah menyiapkan takdir lainnya untuk Rasya.

“By berhenti di depan ya? Aku mau beliin bang Erion batagor. Dia suka banget batagor di deket alun-alun.”

Seperti permintaan Rasya Trivian pun menepikan mobilnya di jalan sebrang tak jauh dari penjual batagor yang Rasya maksud. Saat Trivian menawarkan untuk menemani, Rasya pun menolak dan mengatakan bahwa ia tak akan lama.

Trivian menatap langit yang tiba-tiba menggelap. Lalu ia menoleh kearah Rasya yang kebetulan juga menatap kearahnya. Lalu saat ia hendak membawakan payung, gadis itu lagi-lagi menolak dengan mengucapkan kata-kata pelan lewat bibir mungilnya. Lewat Gerakan bibir itu Trivian tau apa yang sedang gadis itu ucapkan. ‘Gak usah, ini mau selesai, kamu disana aja By!’ begitulah yang Trivian tangkap.

Setelah pesanannya selesai, Rasya pun langsung kembali menghampiri mobil putih yang sedang terparkir di sebrang jalan. Namun, rasa sakit di kepalanya itu tiba-tiba menyerang membuat dirinya mendadak menghentikan langkah di tengah jalan. Ah, kenapa harus sekarang? Rasya berusaha menahan rasa sakit yang sudah sering ia rasakan ini.

TIN! TIN! TIN!!

Suara klakson beberapa kendaraan bersahut-sahutan. Ditambah suara teriakan orang-orang di sana. Rasya mendengar semua itu, tapi tubuhnya tak lagi kuat ia gunakan berjalan. Dan tubuhnya pun ambruk di tengah kendaraan yang berlalu lalang. Sakit di kepalanya ini melebihi dari yang biasa ia rasakan.

“RASYA!!” Trivian berteriak dari sebrang sana. Melihat Rasya seperti itu membuat dirinya hancur.

Dengan mengambil celah dari padatnya arus lalu lintas, Trivian segera berlari mendekati gadis itu. Seketika ia langsung membawa Rasya kedalam dekapannya.

“Kepala aku sakit banget By.. Rasanya mau pecah..” gumam gadis itu.

“Ssstt.. Tahan bentar sya, kita ke rumah sakit, biar dokter bisa periksa keadaan kamu.”

Saat membopong tubuh Rasya yang sangat lemah itu, tanpa Trivian sadari dari arah kanannya ada mobil dengan kecepatan diatas rata-rata sedang melaju kearah mereka. Dan..

BRAKK!!

Dengan hitungan detik mobil itu menghantam keras tubuh Trivian dan Rasya. Trivian memeluk erat tubuh Rasya agar tubuh gadis itu tak terhantam langsung oleh body mobil. Tepat saat itulah rintik hujan kembali membasahi bumi. Membasahi tubuh kedua orang tersebut dan ikut serta mengalirkan darah yang keluar dari tubuh mereka.

Dengan mengumpulkan sisa-sisa tenaganya Trivian mengelus pelan pipi gadis yang tak sadarkan diri dalam pelukannya itu. “S-sya… Kamu ha--rus kuat… Maafkan a--ku…” dan detik itu juga kesadaran Trivian sepenuhnya terenggut.

Kecelakaan tragis itu sedikitpun tak teralihkan dari mata orang-orang yang berada disana. Lima menit kemudian ambulan serta mobil polisi tiba di lokasi atas laporan yang diberikan oleh salah satu saksi.

Tiga minggu setelah tragedi itu Rasya akhirnya membuka matanya untuk pertama kali. Maya, Erion, Candra, Ziana, dan satu orang lainnya langsung mendekat ke brankar tempat Rasya terbaring. Rasa cemas Maya seketika menghilang saat melihat putrinya berhasil melewati masa kritisnya. Mengetahui fakta bahwa putrinya itu selama ini menderita penyakit tumor otak sudah cukup membuatnya menderita.

“Rasya dimana bun?” tanya Rasya lemah. Lalu ia melemparkan tatapan kearah beberapa orang lainnya yang ada di ruangan itu.

“Di rumah sakit sayang.” Jawab Maya sembari mengelus pelan rambut Rasya. Ia tak boleh memperlihatkan raut kesedihan di depan anaknya ini.

“Kenapa Rasya--” saat berusaha mengingat apa yang terjadi tiba-tiba sakit di kepalanya kembali terasa. “Arrggh!!” Rasya mencengkram rambutnya dengan cukup kencang.

Lelaki yang sedari tadi berdiri di sebelah kanan ranjang Rasya pun mengelus pelan kepala gadis itu. “Sya kamu gab oleh banyak mikir dulu. Istirahat dulu ya? Biar bisa cepet sembuh.” Kata lelaki itu pelan.

Ziana memilih membawa Maya menjauhi brankar. Melihat Rasya kesakitan seperti ini membuat Maya seperti ditusuk ribuan jarum. Dan ia menganggap bahwa dirinya tidak becus menjaga anak bungsunya ini.

Melihat Ziana dan Maya menjauhi brankar membuat Candra dan juga Erion ikut menjauh. Namun, sebelum benar-benar meninggalkan itu, Erion menepuk pelan pundak lelaki yang sedang menggenggam tangan Rasya kuat.

“Trivian?” lirih Rasya. Melihat lelaki yang ia cintai berada disini membuat Rasya sedikit tenang.

“Iya Sya, ini aku, Trivian. Makanya kamu harus banyak istirahat biar cepet sembuh.” Ujar lelaki itu dengan senyum manisnya.

Dengan adanya Trivian disini membuat Rasya semakin percaya bahwa insiden itu hanyalah mimpi. Insiden dimana Trivian melindungi dirinya dari hantaman mobil. Meskipun samar, tapi saat itu Rasya masih sedikit memiliki kesadaran.

Setidaknya itulah yang masih Rasya percayai hingga suatu saat ia mengetahui kebenaran di luar nalarnya. Lelaki itu membawanya ke sebuah pemakaman yang berada di kota mereka. Sungguh, Rasya tak tau apa maksud dari Trivian. Ada apa sebenarnya di pemakaman?

TRIVIAN ALHABSY

Deg! Rasya langsung menoleh kearah lelaki yang berdiri di sebelahnya hendak meminta penjelasan. Dan ia berharap bahwa lelaki itu mengatakan bahwa apa yang ia lihat adalah salah. Kenapa nama Trivian terukir disana disaat ia percaya Trivian berdiri di sebelahnya?

Lelaki itu menggenggam tangan Rasya dan membawanya duduk di samping makam tersebut. “Sya, aku minta maaf. Maaf udah bohongin kamu selama ini. Sebenarnya aku bukan Trivian, aku Trevao.” Ia menatap dalam mata Rasya. Ia tau bahwa ini terlalu mendadak bagi gadis itu, tapi ia tak  bisa menutupi fakta ini lebih lama lagi. Bahwa Trivian telah menghembuskan nafas terakhirnya beberapa jam setelah kecelakaan itu.

Tolonglah jika ini semua mimpi tolong bangunkan Rasya sekarang. Atau jika memang ini semua prank ini benar-benar sudah melewati batas. Oh ayolah mana mungkin Trivian meninggalkannya secepat ini?

“Trivian meninggal setelah mengalami pendarahan yang cukup parah.” Imbuh Trevano.

“Gak!! Kamu bohong!! Trivian.. Trivian ga mungkin ninggalin aku gitu aja. Dia janji akan selalu ada disamping aku!!” dengan air mata yang sudah menggenang, Rasya menatap lelaki itu, “Kamu Trivian kan? Pliss jangan bohongin aku..”

Sayangnya Trevano menggeleng. Sudah tiga bulan ia menutupi semua ini, dan ia tak bisa menutupinya lebih lama lagi. “Bukan Sya.. Aku Trevano. Kembarannya Trivian. Aku ga mungkin bohongin kamu Sya..”

“Nggak!! Nggak mungkin!!” seketika tangis Rasya benar-benar pecah. Fakta ini benar-benar menghancurkan dunianya.

Trevano menarik Rasya kedalam dekapannya. Membiarkan gadis itu menumpahkan segala kesedihannya. Melihat Rasya ia menjadi paham mengapa kembarannya dulu sangat mencintai perempuan yang ia temui di rumah duka teman orang tuanya dulu. Dibalik senyumannya Rasya berhasil mengelabuhi semua orang dengan mengatakan bahwa ia baik-baik saja.

“Trivian mati gara-gara aku Van!! Kembaran kamu mati gara-gara nyelametin aku!!” racau Rasya di tengah-tengah isaknya.

Dengan kematian Trivian seperti ini membuat Rasya terus menyalahkan dirinya bahwa dirinya lah penyebab Trivian kecelakaan. Pikiran bodoh itu tersematkan ketika Rasya belum bisa menerima kenyataan yang ada. Dan ia lupa bahwa semua yang terjadi kepadanya sudah diatur oleh Tuhan.

“Ssstt.. Nggak Sya.. kejadian ini bukan salah kamu Sya.. Hanya saja Tuhan menyiapkan semua ini terlalu kebetulan. Dan mungkin memang ini akhir yang terbaik bagi Trivian.” Balas Trevano berusaha menenangkan tangis Rasya. “Di atas sana Trivian pasti ingin kamu melepaskan dirinya dengan ikhlas Sya.. Dia pasti juga ga ingin lihat cewek yang dia cintai menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi.”

Ucapan lembut yang Trevano katakana berhasil membuat tangis Rasya sedikit mereda. Memang belum bisa menghapus luka di hatinya tapi setidaknya bisa membuat Rasya sedikit menerima kenyataan yang masih terasa sangat pahit ini.

Rasya melepas pelukan Trevano. Lalu beralih menatap sendu undukan tanah yang diatasnya telah ditaburi bunga segar. Ini kali kedua Rasya menginjakkan kaki di makam orang yang sangat ia cintai di hidupnya.

“Trivian… Kenapa kamu harus menjadi orang pertama yang menyusul ayah?” lirih Rasya sembari mengelus pelan patok yang bertuliskan nama kekasihnya itu.

Terkadang semesta memang sekejam itu. Membawakan penyembuh untuk seseorang, tetapi menyiapkan luka lain di akhir. Rasya pikir, andaikan saja mereka tak pernah dipertemukan oleh takdir, apakah semuanya akan berbeda? Dan mungkin Trivian tak perlu menghadap kehadapan Nya secepat ini.

Memang menyakitkan. Karena sebuah perpisahan akan selalu terasa menyakitkan. Dan selamanya pun tak akanada perpisahan jika tak ada pertemuan. Keduanya pun sudah dituliskan di takdir kehidupan kita. Hidup di dunia tidaklah selamanya bukan? Maka dari itu hendaknya kita mengikhlaskan takdir pahit apapun yang Tuhan berikan kepada kita. Dan percayalah semua nya aka nada hikmahnya. Dimana Tuhan akan mengganti sesuatu yang telah Ia ambil dengan yang lebih baik. Bukankah begitu?

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGUMUMAN LOLOS TAHAP INTERVIEW 2020

Berita Acara Kajian Fotografi dan Videografi 2023 UKM IKPAN UINSA

Talkshow edukasi bersama BNNP JATIM