Rain and Hurts
By Anissa Nurul Farida Tussholikhah
Semesta memang selalu seperti itu dalam mengatur takdir. Pertemuan,
perpisahan, bahkan kematian. Kita tak akan pernah tau takdir apa yang telah
digariskan untuk kita. Tapi percayalah, bahwa semua itu adalah pilihan terbaik
untuk kita. Bukan untuk membuat kita membenci Tuhan, tapi untuk mendekatkan
kita kepada Nya.
Kurang lebih seperti itulah yang Rasya rasakan. Bertahan dari
banyaknya luka yang sudah Tuhan berikan kepadanya. Rasya Vantika, gadis yang disaat
usia enam tahun harus kehilangan sosok ayah yang sangat ia cintai.
Sore itu, kala Rasya selesai mengantarkan ayahnya ke tempat
peristirahatan terakhir, ia tak lagi kuat menginjakkan kaki di dalam rumahnya.
Meskipun rumahnya saat itu dipenuhi oleh banyak orang yang melayat, namun bagi
Rasya hanya kehampaan yang ia dapati di sana. Sesak rasanya saat mengingat tak
ada sosok ayah yang kerapkali tersenyum kepadanya itu.
“Sya, ayo masuk! Liat langitnya udah mendung, kamu mau kehujanan
disini?” bujuk lelaki berusia empat tahun lebih tua darinya itu. Ya, dia adalah
Erion, kakak dari Rasya.
Rasya kecil menggeleng kuat, “Ga mau bang! Rasya gamau masuk. Sakit
bang! Hati Rasya rasanya mau hancur!!” ucap polos gadis itu ditengah tangisnya.
Erion menghela nafas kuat. Ia tau bagaimana rasanya, sakit sekali.
Karena tak hanya Rasya yang merasakan itu.
“Yaudah kalo itu mau kamu, tapi kalo sampe kehujanan dan sakit,
gausah bikin bunda ataupun abang susah!!”
“Justru itu niat Rasya. Biar Rasya sakit trus nyusul ayah!!”
Erion berdecak keras. Lalu segera pergi meninggalkan adik bungsunya
itu. Biarlah gadis itu berpikir sesukanya. Toh ia percaya bahwa Rasya kecil tak
akan benar-benar melakukan ucapan ngawurnya.
Dan benar saja, beberapa menit setelah kepergian Erion hujan turun membasahi
bumi bagian tempat Rasya berpijak. Dan itu tak membuat Rasya beranjak dari
tempatnya. Ia malah menenggelamkan kepalanya ditengah lipatan lututnya.
Namun, tak lama setelah itu, Rasya tak lagi merasakan bulir air
membasahi kepalanya. Karena itulah ia mendongakkan kepala, payung hitam itu
melindungi dirinya dari guyuran air hujan.
“Kata mama, hujan-hujan bisa bikin kita sakit, jadi kamu ga boleh
hujan-hujan biar ga sakit!” Kata laki-laki seumuran dengan Rasya. “Ini
payungnya buat kamu aja ya.” Lelaki itu meletakkan gagang payung ketangan
Rasya. “Aku pergi dulu ya? Da-da!!” lelaki itu berlari menjauhi Rasya lalu
berbalik untuk melambaikan tangan kearah gadis itu, disertai senyuman manisnya.
Seperti itulah pertemuan pertama mereka, singkat namun selalu
membekas dibenak Rasya hingga ia beranjak dewasa. Apa kabar ya dengan lelaki
itu? Andaikan waktu itu ia sempat berkenalan apakah sampai saat ini mereka
masih bisa berhubungan? Ah sudahlah. Lagian waktu itu ia terlalu tidak fokus,
karena memang ia masih sibuk-sibuknya memahami serta menerima keadaan yang
mengejutkan itu.
“Anjir-anjir!! Murid barunya ganteng banget!!”
“Di kelas kita ga ya?”
Suara para siswi itu saling sahut menyahut. Kehebohan karena murid
baru pun tak hanya terjadi di dalam kelas 11 IPA 2 itu. Keadaan yang sama juga
terjadi di luar, balkon lantai dua dipenuhi oleh para siswa siswi yang kepo
akan murid baru yang katanya ganteng itu.
“Ada apa sih Nan?” tanya Rasya malas kepada teman sebangkunya,
Kinan.
“Ada murid baru Sya. Gantengnya tuh ga ketulungan, 11 12 kek oppa
Korea!!” jawab Kinan dengan nada alaynya.
“Dih, gitu aja pada kepo. Kalo oppa Korea sekolah disini beneran
nah baru tuh boleh kepo, contohnya nih andaikan Song Kang jadi murid baru
disini.”
“Siapa Song Kang?”
“Cih. Lo mah tau nya Lee Min Ho mulu, coba deh stalkingin ig Song
Kang, pasti lo langsung klepek-klepek.”
“Masa iya sih?” Dengan setengah percaya dan tidak, Kinan pun
langsung menuliskan nama Instagram yang Rasya ucapkan. Emang beneran ada
oppa-oppa yang ngalahin pacar virtualnya itu? Ya siapa lagi kalo bukan Lee Min
Ho.
Seperti itulah kehidupan SMA Rasya. Tak ada yang spesial. Semua
berjalan sesuai arus. Monoton. Di sekolah pun ia hanya mempunyai satu teman
yang benar-benar dekat dengannya, siapa lagi jika bukan Kinan? Ya, Kinan. Cewek
yang sudah menjadi sahabatnya sejak mereka pertama kali duduk di bangku kelas
10.
Ia pun bukan orang sibuk di sekolahnya, jadi setelah pelajaran usai
pun ia langsung bergegas pulang kerumah. Jika dikategorikan pasti Rasya akan
masuk kedalam kategori murid nolep. Hahaha memang separah itu sih
ketidak ingin tahuan Rasya terhadap kehidupan orang disekitarnya. Toh ngapain
juga ngurusin hidup orang kalo hidupnya pun belum bener, benar bukan?
Hanya rumah tempat Rasya kembali. Namun entah mengapa ia
akhir-akhir ini malas berada di rumah tempat ia bertumbuh itu. Semuanya semakin
terasa berbeda sejak kehadiran sosok ayah baru dalam hidupnya. Ya, empat tahun
yang lalu bunda Rasya meminta izin untuk menikahi pria itu. Rasya maupun Erion
tak bisa mencegah keinginan bundanya itu. Toh, mereka rasa sang bunda juga
butuh seseorang yang bisa diajak mendiskusikan beberapa hal terkait keadaan
rumah tangga. Benar bukan?
Tapi ternyata hal itu bagi Rasya hanyalah manis di depan. Sampai
saat ini, hanya Maya lah yang membuat Rasya betah di rumah. Meskipun aslinya
ayah baru Rasya tidaklah semenakutkan ayah tiri seperti di sinetron, hanya saja
Candra-ayah tiri Rasya-memperlakukannya tak sama dengan ia memperlakukan
Ziana. Ya, kakak tiri Rasya yang hanya berjarak satu tahun dengannya. Entah itu
hanyalah anggapan Rasya ataukah bukan ia tak tau. Yang paling penting, seperti
ada jarak diantara keduanya.
Ada alasan lain yang membuat Rasya tak begitu menyukai ayah
tirinya. Yaitu karena ayah tirinya kerap melontarkan kata-kata tajam kepada bunda
yang ia sayangi. Meskipun tanpa perlakuan kasar yang pria itu lakukan, tapi
perkataan itu sering kali menyakiti hati Maya. Bahkan tak jarang Rasya
memergoki bundanya menangis. Dan tak ada satupun dari Erion maupun Ziana yang
mengetahui hal itu. Karena Maya dengan pintarnya menyembunyikan luka itu
sendirian dan selalu mengatakan bahwa ia baik-baik saja.
Taman komplek adalah tempat pelarian Rasya. Meskipun sebentar, tapi
ia bisa sedikit menenagkan hati dan pikirannya. Angin sepoi-sepoi itu mengelus
lembut permukaan kulit Rasya. Ia mengadahkan kepala kearah langit, dengan mata
terpejam ia semakin menikmati semilir angin sore di taman itu.
Lagi-lagi rintik hujan turun membasahi bumi. Ah, ia lupa hari ini
masih termasuk kedalam musim hujan. Dimana hujan akan sering menjatuhkan airnya
ke bumi tempat Rasya berpijak. Karena alasan itulah dirinya akhir-akhir ini
jarang menghabiskan waktu di sini.
Hujan ya? Rasya akan selalu ingat akan kejadian waktu itu. Dimana
ia dipertemukan dengan seseorang itu. Jika dipikir-pikir lagi, Rasya rasa saat
itu adalah terakhir kalinya ia hujan-hujan. Karena seperti pada umumnya, ia
langsung terkena flu. Dan waktu itu ia dimarahi habis-habisan oleh Erion.
“Ternyata kamu ga pernah dengerin aku ya?” untuk kesekian kalinya,
semesta menuliskan takdir di luar nalar pikiran gadis itu.
Secepat kilat Rasya menoleh kearah seseorang yang menghadangkan air
hujan untuknya. Dan senyum manis itu adalah objek pertama yang Rasya lihat.
Si cowok payung hitam. Begitulah Rasya menyebutnya.
“Aku bilang jangan hujan-hujan, ntar kamu sakit.”
Rasya menggeser duduknya sedikit menjauhi lelaki itu, “Peduli apa
lo sama gue?”
Sebelum menjawab, lelaki itu tertawa pelan. “Walaupun dunia lo
hancur, lo harus bisa bertahan. Bukan malah membawa dirimu kearah kehancuran
itu. Aku tau semuanya Sya. Alasan waktu itu kamu melakukan hal itu, bahkan
sekarang pun aku tau.”
Tunggu. Sya? Darimana ia mengetahui namanya?
“Lo penguntit ya? Atau cenayang?”
“Bukan.” Lelaki itu menjeda ucapannya sejenak, lalu mengulurkan
sebelah tangannya yang tak memegang gagang payung kearah Rasya. “Kenalin nama
aku Trivian Alhabsy.”
Begitulah kali kedua Semesta mempertemukan Rasya dengan seseorang
yang sudah lama ia juluki sebagai si cowok payung hitam. Semua pertemuan itu
sama sekali tak pernah Rasya duga. Kehadiran sosok Trivian di hidupnya pun
berhasil membuat kehidupannya sedikit berwarna. Siapa sangka ternyata Trivian
adalah seorang siswa baru yang sama sekali tak menarik perhatiannya tempo hari.
Hubungan mereka berjalan tanpa ada seorangpun yang tau. Bisa
dibilang mereka menjalin hubungan backstreet selama 3 bulan. Hingga suatu
insiden membuat Trivian mendeklarasikan bahwa Rasya adalah orang yang berstatus
menjadi pacarnya.
“Rasya!!” teriak perempuan berambut lurus dengan rok yang tak
sesuai standar sekolah itu menatap nyalang Rasya yang tak tau apa-apa itu.
Awalnya Rasya bingung akan kehadiran perempuan yang diliputi emosi
itu. Seingatnya ia tak pernah mencari masalah dengan perempuan tersebut.
“Ada urusan apa ya?” tanya Rasya dengan polos.
“Halah gausah sok polos deh lo!! Lo kenapa jadi cewek kecentilan
banget sih?! Kenapa cewek ga goodlooking kaya lo berani coba-coba deketin
Trivian?! Punya kaca ga lo dirumah?!!” sentak perempuan itu sembari mendorong kasar
bahu Rasya.
Ah, ternyata ini permasalahannya. Ga good looking ya? Apa ia harus
sempurna secara fisik dulu baru boleh berpacaran dengan Trivian?
Rasya yang tersungkur ke lantai membuat kerumunan di kantin itu
semakin padat. Ya, secepat itu berita menyebar bahwa si queen SMA Bangsa sedang
membully siswi nolep yaitu Rasya. Siapa sih yang tidak mengenal Jasmine si good
looking itu? Pasti tak ada. Karena, siswi nolep seperti Rasya aja bisa tau
apalagi yang lain, benar bukan?
Saat itu juga Jasmine ingin menyakar-nyakar wajah polos Rasya.
Bagaimana mungkin seorang Trivian yanag sekelas dengan dirinya bisa berpacaran
dengan Rasya kalo bukan cewek itu memasang jampi-jampi, ya kan?
Sedetik sebelum segelas jus manga menumpahi tubuh Rasya, wajah
Jasmine sudah terlebih dahulu tersiram oleh segelas es teh manis. Beruntung kan
bukan jus manga?
Tak hanya Jasmine yang dibuat terkejut dengan kejadian itu. Bahkan
seluruh orang yang berkerumun dibuat menganga atas apa yang sudah Trivian
lakukan kepada Jasmine. Ya, Trivian adalah orang yang tanpa pikir panjang
langsung menyiram gadis itu. Toh jika dipikir-pikir, balasannya tak akan
sebanding denga napa yang telah gadis itu lakukan kepada Rasya. Salah siapa
coba mengusik pacarnya?
Trivian membantu Rasya untuk berdiri. Tatapan tajam nan menusuk itu
terus ia arahkan kearah Jasmine. Seolah-olah itu adalah peringatan terakhirnya
agar tak menyentuh miliknya.
“Gue rasa lo yang seharusnya ngaca!! Good looking tapi ga good
attitude kayak lo selamanya gaakan ada nilainya di mata gue!! Tubuh dirawat
tapi otak nggak, ya sama aja bodoh!!” singkat tapi menusuk. Inilah sosok lain
dari diri Trivian. Seseorang yang tak bisa bersikap halus kepada orang yang
gemar merendahkan orang lain.
Trivian melemparkan tatapan kearah beberapa siswa yang mengerumuni
mereka, karena ia akan membuat pengakuan besar di depan mereka semua. “Ini
peringatan terakhir buat kalian!! Siapa-pun yang berani ganggu Rasya cewek gue,
gue pastikan akan menerima balasan yang lebih kejam dari ini!!”
Setelah mengucapkan itu, Trivian menarik pelan lengan Rasya untuk
meninggalkan kerumunan itu. Pastinya tak ada yang tak terkejut dengan kejadian
itu. Pengakuan secara tiba-tiba yang dilakukan Trivian berhasil membuat mereka
menganga terutama Jasmine.
Memang begitulah Trivian. Selamanya akan bersikap manis dan selalu
melindungi apa dan siapa yang ia cintai. Dan sebaliknya. Ia akan bersikap lebih
kejam kepada siapapun yang berani mengusik dirinya ataupun miliknya.
Memiliki Trivian adalah hal yang sangat Rasya syukuri. Siapa sangka
cowok itu akan menjadi kekasih yang amat ia cintai. Di dekat lelaki itu membuat
Rasya terlindungi. Trivian sudah bagaikan alasan kedua dirinya tuk bertahan.
Disaat Rasya ingin lari dari pahitnya kenyataan, pasti Trivian
membawa seribu kebahagiaan yang membuatnya bertahan. Tapi semua itu rupanya tak
bertahan lama. Karena semesta telah menyiapkan takdir lainnya untuk Rasya.
“By berhenti di depan ya? Aku mau beliin bang Erion batagor. Dia
suka banget batagor di deket alun-alun.”
Seperti permintaan Rasya Trivian pun menepikan mobilnya di jalan
sebrang tak jauh dari penjual batagor yang Rasya maksud. Saat Trivian
menawarkan untuk menemani, Rasya pun menolak dan mengatakan bahwa ia tak akan
lama.
Trivian menatap langit yang tiba-tiba menggelap. Lalu ia menoleh
kearah Rasya yang kebetulan juga menatap kearahnya. Lalu saat ia hendak
membawakan payung, gadis itu lagi-lagi menolak dengan mengucapkan kata-kata
pelan lewat bibir mungilnya. Lewat Gerakan bibir itu Trivian tau apa yang
sedang gadis itu ucapkan. ‘Gak usah, ini mau selesai, kamu disana aja By!’
begitulah yang Trivian tangkap.
Setelah pesanannya selesai, Rasya pun langsung kembali menghampiri
mobil putih yang sedang terparkir di sebrang jalan. Namun, rasa sakit di
kepalanya itu tiba-tiba menyerang membuat dirinya mendadak menghentikan langkah
di tengah jalan. Ah, kenapa harus sekarang? Rasya berusaha menahan rasa sakit
yang sudah sering ia rasakan ini.
TIN! TIN! TIN!!
Suara klakson beberapa kendaraan bersahut-sahutan. Ditambah suara
teriakan orang-orang di sana. Rasya mendengar semua itu, tapi tubuhnya tak lagi
kuat ia gunakan berjalan. Dan tubuhnya pun ambruk di tengah kendaraan yang
berlalu lalang. Sakit di kepalanya ini melebihi dari yang biasa ia rasakan.
“RASYA!!” Trivian berteriak dari sebrang sana. Melihat Rasya
seperti itu membuat dirinya hancur.
Dengan mengambil celah dari padatnya arus lalu lintas, Trivian
segera berlari mendekati gadis itu. Seketika ia langsung membawa Rasya kedalam
dekapannya.
“Kepala aku sakit banget By.. Rasanya mau pecah..” gumam gadis itu.
“Ssstt.. Tahan bentar sya, kita ke rumah sakit, biar dokter bisa
periksa keadaan kamu.”
Saat membopong tubuh Rasya yang sangat lemah itu, tanpa Trivian
sadari dari arah kanannya ada mobil dengan kecepatan diatas rata-rata sedang
melaju kearah mereka. Dan..
BRAKK!!
Dengan hitungan detik mobil itu menghantam keras tubuh Trivian dan
Rasya. Trivian memeluk erat tubuh Rasya agar tubuh gadis itu tak terhantam
langsung oleh body mobil. Tepat saat itulah rintik hujan kembali membasahi
bumi. Membasahi tubuh kedua orang tersebut dan ikut serta mengalirkan darah
yang keluar dari tubuh mereka.
Dengan mengumpulkan sisa-sisa tenaganya Trivian mengelus pelan pipi
gadis yang tak sadarkan diri dalam pelukannya itu. “S-sya… Kamu ha--rus kuat… Maafkan
a--ku…” dan detik itu juga kesadaran Trivian sepenuhnya terenggut.
Kecelakaan tragis itu sedikitpun tak teralihkan dari mata
orang-orang yang berada disana. Lima menit kemudian ambulan serta mobil polisi
tiba di lokasi atas laporan yang diberikan oleh salah satu saksi.
Tiga minggu setelah tragedi itu Rasya akhirnya membuka matanya
untuk pertama kali. Maya, Erion, Candra, Ziana, dan satu orang lainnya langsung
mendekat ke brankar tempat Rasya terbaring. Rasa cemas Maya seketika menghilang
saat melihat putrinya berhasil melewati masa kritisnya. Mengetahui fakta bahwa
putrinya itu selama ini menderita penyakit tumor otak sudah cukup membuatnya
menderita.
“Rasya dimana bun?” tanya Rasya lemah. Lalu ia melemparkan tatapan
kearah beberapa orang lainnya yang ada di ruangan itu.
“Di rumah sakit sayang.” Jawab Maya sembari mengelus pelan rambut
Rasya. Ia tak boleh memperlihatkan raut kesedihan di depan anaknya ini.
“Kenapa Rasya--” saat berusaha mengingat apa yang terjadi tiba-tiba
sakit di kepalanya kembali terasa. “Arrggh!!” Rasya mencengkram rambutnya
dengan cukup kencang.
Lelaki yang sedari tadi berdiri di sebelah kanan ranjang Rasya pun
mengelus pelan kepala gadis itu. “Sya kamu gab oleh banyak mikir dulu.
Istirahat dulu ya? Biar bisa cepet sembuh.” Kata lelaki itu pelan.
Ziana memilih membawa Maya menjauhi brankar. Melihat Rasya
kesakitan seperti ini membuat Maya seperti ditusuk ribuan jarum. Dan ia
menganggap bahwa dirinya tidak becus menjaga anak bungsunya ini.
Melihat Ziana dan Maya menjauhi brankar membuat Candra dan juga
Erion ikut menjauh. Namun, sebelum benar-benar meninggalkan itu, Erion menepuk
pelan pundak lelaki yang sedang menggenggam tangan Rasya kuat.
“Trivian?” lirih Rasya. Melihat lelaki yang ia cintai berada disini
membuat Rasya sedikit tenang.
“Iya Sya, ini aku, Trivian. Makanya kamu harus banyak istirahat
biar cepet sembuh.” Ujar lelaki itu dengan senyum manisnya.
Dengan adanya Trivian disini membuat Rasya semakin percaya bahwa
insiden itu hanyalah mimpi. Insiden dimana Trivian melindungi dirinya dari
hantaman mobil. Meskipun samar, tapi saat itu Rasya masih sedikit memiliki
kesadaran.
Setidaknya itulah yang masih Rasya percayai hingga suatu saat ia
mengetahui kebenaran di luar nalarnya. Lelaki itu membawanya ke sebuah
pemakaman yang berada di kota mereka. Sungguh, Rasya tak tau apa maksud dari
Trivian. Ada apa sebenarnya di pemakaman?
TRIVIAN ALHABSY
Deg! Rasya langsung menoleh kearah lelaki yang berdiri di
sebelahnya hendak meminta penjelasan. Dan ia berharap bahwa lelaki itu
mengatakan bahwa apa yang ia lihat adalah salah. Kenapa nama Trivian terukir
disana disaat ia percaya Trivian berdiri di sebelahnya?
Lelaki itu menggenggam tangan Rasya dan membawanya duduk di samping
makam tersebut. “Sya, aku minta maaf. Maaf udah bohongin kamu selama ini.
Sebenarnya aku bukan Trivian, aku Trevao.” Ia menatap dalam mata Rasya. Ia tau
bahwa ini terlalu mendadak bagi gadis itu, tapi ia tak bisa menutupi fakta ini lebih lama lagi.
Bahwa Trivian telah menghembuskan nafas terakhirnya beberapa jam setelah
kecelakaan itu.
Tolonglah jika ini semua mimpi tolong bangunkan Rasya sekarang.
Atau jika memang ini semua prank ini benar-benar sudah melewati batas. Oh
ayolah mana mungkin Trivian meninggalkannya secepat ini?
“Trivian meninggal setelah mengalami pendarahan yang cukup parah.”
Imbuh Trevano.
“Gak!! Kamu bohong!! Trivian.. Trivian ga mungkin ninggalin aku
gitu aja. Dia janji akan selalu ada disamping aku!!” dengan air mata yang sudah
menggenang, Rasya menatap lelaki itu, “Kamu Trivian kan? Pliss jangan bohongin
aku..”
Sayangnya Trevano menggeleng. Sudah tiga bulan ia menutupi semua
ini, dan ia tak bisa menutupinya lebih lama lagi. “Bukan Sya.. Aku Trevano.
Kembarannya Trivian. Aku ga mungkin bohongin kamu Sya..”
“Nggak!! Nggak mungkin!!” seketika tangis Rasya benar-benar pecah.
Fakta ini benar-benar menghancurkan dunianya.
Trevano menarik Rasya kedalam dekapannya. Membiarkan gadis itu
menumpahkan segala kesedihannya. Melihat Rasya ia menjadi paham mengapa
kembarannya dulu sangat mencintai perempuan yang ia temui di rumah duka teman
orang tuanya dulu. Dibalik senyumannya Rasya berhasil mengelabuhi semua orang
dengan mengatakan bahwa ia baik-baik saja.
“Trivian mati gara-gara aku Van!! Kembaran kamu mati gara-gara
nyelametin aku!!” racau Rasya di tengah-tengah isaknya.
Dengan kematian Trivian seperti ini membuat Rasya terus menyalahkan
dirinya bahwa dirinya lah penyebab Trivian kecelakaan. Pikiran bodoh itu
tersematkan ketika Rasya belum bisa menerima kenyataan yang ada. Dan ia lupa
bahwa semua yang terjadi kepadanya sudah diatur oleh Tuhan.
“Ssstt.. Nggak Sya.. kejadian ini bukan salah kamu Sya.. Hanya saja
Tuhan menyiapkan semua ini terlalu kebetulan. Dan mungkin memang ini akhir yang
terbaik bagi Trivian.” Balas Trevano berusaha menenangkan tangis Rasya. “Di atas
sana Trivian pasti ingin kamu melepaskan dirinya dengan ikhlas Sya.. Dia pasti
juga ga ingin lihat cewek yang dia cintai menyalahkan dirinya atas apa yang
terjadi.”
Ucapan lembut yang Trevano katakana berhasil membuat tangis Rasya
sedikit mereda. Memang belum bisa menghapus luka di hatinya tapi setidaknya
bisa membuat Rasya sedikit menerima kenyataan yang masih terasa sangat pahit
ini.
Rasya melepas pelukan Trevano. Lalu beralih menatap sendu undukan
tanah yang diatasnya telah ditaburi bunga segar. Ini kali kedua Rasya
menginjakkan kaki di makam orang yang sangat ia cintai di hidupnya.
“Trivian… Kenapa kamu harus menjadi orang pertama yang menyusul
ayah?” lirih Rasya sembari mengelus pelan patok yang bertuliskan nama
kekasihnya itu.
Terkadang semesta memang sekejam itu. Membawakan penyembuh untuk
seseorang, tetapi menyiapkan luka lain di akhir. Rasya pikir, andaikan saja
mereka tak pernah dipertemukan oleh takdir, apakah semuanya akan berbeda? Dan
mungkin Trivian tak perlu menghadap kehadapan Nya secepat ini.
Memang menyakitkan. Karena sebuah perpisahan akan selalu terasa
menyakitkan. Dan selamanya pun tak akanada perpisahan jika tak ada pertemuan.
Keduanya pun sudah dituliskan di takdir kehidupan kita. Hidup di dunia tidaklah
selamanya bukan? Maka dari itu hendaknya kita mengikhlaskan takdir pahit apapun
yang Tuhan berikan kepada kita. Dan percayalah semua nya aka nada hikmahnya.
Dimana Tuhan akan mengganti sesuatu yang telah Ia ambil dengan yang lebih baik.
Bukankah begitu?
Komentar
Posting Komentar